Materi pelajaran agama buddha di sekolah

Tags

, , , , ,

Berikut ini adalah materi – materi yang diajarkan disekolah khusus agama buddha “Pendidikan agama buddha dan budi pekerti” bersumber dari Kementerian pendidikan dan kebudayaan RI.

Kelas 1 SD

Bab 1. Mengenal cara menghormat (Anjali, namaskara, utthana, pradaksina)

Bab 2. Mengenal salam agama buddha ( Macam-macam salam, salam pujian, cara memberi salam)

Bab 3. Menghormat yang patut di hormati (Menghormati triratna, makhluk suci, boddhisatva, brahma dan dewa, rohaniawan, orang tua dan guru)

Bab 4. Mengenal simbol-simbol agama buddha (arca buddha, stupa, cakra, bunga teratai, pohon boddhis, jejak kaki buddha, bendera buddhis, swastika)

Bab 5. Mengenal doa agama buddha (doa sebelum dan sesudah belajar, makan dan tidur)

Bab 6. Aku dan agamaku (tempat ibadah, rohaniawan, kitab suci, hari raya, guru agung)

Bab 7. Aku dan keluarga (keluarga tercinta, keluarga ayahku, keluarga ibuku)

Bab 8. Keluarga pangeran sidharta (keluarga pangeran sidharta, keluarga ayah pangeran sidharta, keluarga ibu pangeran sidharta)

Kelas 2 SD

Pelajaran 1. Kelahiran boddhisatva siddharta

Pelajaran 2. Masa kanak-kanak siddharta

Pelajaran 3. Kasih sayang dalam keluarga

Pelajaran 4. Kasih sayang di sekolah

Pelajaran 5. Kasih sayang di lingkungan

Pelajaran 6. Kisah kejujuran

Pelajaran 7. Kisah persahabatan

Pelajaran 8. Macam-macam peraturan

Pelajaran 9. Perbuatan baik

Pelajaran 10. Perbuatan buruk

Kelas 3 SD

Pelajaran I. Semangat belajar pangeran siddharta (kepandaian pangeran, pangeran siddharta bersekolah, perdebatan tentang angsa, melihat cara pangeran siddharta belajar)

Pelajaran II. Pengorbanan bodhisattva (arti bodhisattva, paramitha bodhisattva, kemurahan hati, kebijaksanaan)

Pelajaran III. Hari raya waisak dan asadha (sejarah hari raya waisak, perayaan hari waisak dan maknanya, sejarah hari raya asadha, perayaan hari asadha dan maknanya)

Pelajaran IV. Hari raya magha puja dan kathina (sejarah hari raya magha puja, perayaan hari magha puja dan maknanya, sejarah hari raya kathina, perayaan kathina dan maknanya)

Pelajaran V. Kewajiban anak (kisah anak yang berbakti, berbakti kepada ayah, berbakti kepada ibu)

Pelajaran VI. Kewajiban peserta didik ( kisah guru teladan, berbakti kepada guru, jasa guru bagi murid)

Pelajaran VII. Mengakui kesalahan dan memperbaiki diri ( berani mengakui kesalahan, memperbaiki diri (bertobat), belajar bijaksana, pantang menyerah)

Pelajaran VIII. Meminta dan memberi maaf ( berani meminta maaf, belajar memberi maaf, belajar dari ibu dan ayah, doa maaf dalam agama buddha)

Kelas 4 SD

Pelajaran I. Masa berumah tangga pangeran siddharta (lomba keterampilan, pernikahan pangeran siddharta, melihat orang tua dan orang sakit, melihat orang mati dan seorang petapa)

Pelajaran II. Pelepasan agung pangeran siddharta (Kelahiran putra pangeran siddharta, pertemuan dengan kissa gotami, delapan anugerah, pangeran siddharta menjadi petapa)

Pelajaran III. Pertolongan sejati (Menolong dengan ikhlas, pertolongan tanpa pamrih, belajar peduli, bersikap sabar)

Pelajaran IV. Tahu berterima kasih (balas budi, tahu berterima kasih, baik hati dan lemah lembut, belajar lemah lembut dan baik hati)

Pelajaran V. Puja bakti dalam kehidupan sehari-hari (puja bakti, macam-macam puja bakti, puja kepada triratna, berlindung kepada triratna)

Pelajaran VI. Brahma vihara (metta, karuna, mudita, upekkha)

Pelajaran VII. Candi-candi buddha di indonesia (candi-candi di jawa tengah, yogyakarta, jawa timur, jawa barat dan sumatera)

Pelajaran VIII. Melestarikan candi dan hari waisak (melestarikan candi-candi buddha, candi borobudur dan hari raya waisak)

Kelas 5 SD

Pelajaran 1. Masa bertapa pangeran siddharta (bertemu dengan raja bimbasara, berguru pada alara kalama, berguru pada udaka ramaputta)

Pelajaran 2. Petapa Siddharta menyiksa diri (bertapa menyiksa diri di uruwela, perumpaan gitar dan kayu, godaan mara)

Pelajaran 3. Memahami kehidupan (hukum tertib semesta, empat kebenaran mulia, tiga ciri kehidupan, pengaruh karma dalam kehidupan, empat jenis karma)

Pelajaran 4. Delapan kondisi duniawi (untung dan rugi, terkenal dan tidak terkenal, dipuji dan dicela, bahagia dan menderita, hidup sesuai dhamma)

Pelajaran 5. Berdana ( berdana, kualitas dana cara-cara berdana, pahala dan tempat berdana)

Pelajaran 6. Indahnya berdana (Dana materi, dana kehidupan, dana kebenaran, dana memaafkan)

Pelajaran 7. Jalan kesuksesan (mencapai sukses, menyenangi belajar dan semangat belajar, fokus dalam belajar dan mengevaluasi dalam belajar)

Pelajaran 8. Teman yang baik (pentingnya teman, teman yang senang membantu dan memiliki rasa simpati, teman yang mengajak berbuat baik dan setia dalam suka dan duka)

Kelas 6 SD

Pelajaran 1. Keajaiban pencapaian penerangan sempurna

Pelajaran 2. Dasa paramita

Pelajaran 3. Kisah rumah terbakar

Pelajaran 4. Perumpamaan orang yang terkena panah beracun

Pelajaran 5. Perumpamaan kembalinya anak yang hilang

Pelajaran 6. Pengertian meditasi

Pelajaran 7. Meditasi pernapasan

Pelajaran 8. Meditasi cinta kasih

Pelajaran 9. Alam surga

Pelajaran 10. Nibbana/Nirwana

Kelas 7 (SMP/SLTP 1)

Bab 1. Paskapenerangan sempurna buddha gautama (7 minggu paska penerangan sempurna, nilai pentingnya dalam 7 minggu paska penerangan sempurna)

Bab 2. Pemutaran roda dhamma (pemutar roda dhama, khotbah-khotbah, enam puluh araha, upasampada bhikkhu)

Bab 3. Kriteria agama buddha (agama buddha, kriteria agama buddha di indonesia)

Bab 4. Kelompok umat buddha (Garavasa, pabbajita)

Bab 5. Pancasila buddhis (Pancasila buddhis, penerapan pancasila)

Bab 6. Panchadhamma (pancdhadhamma, penerapan panchadhamma)

Bab 7. Kehidupan remaja (remaja masa kini, prabhava sutta)

Bab 8. Pergaulan remaja buddhis (manggala sutta, sigalovada sutta)

Kelas 8 (SMP/SLTP 2)

Bab 1. Masa membabarkan dharma (tahun ke-1 s/d tahun ke-45)

Bab 2. Meneladan para siswa utama buddha (sariputta, monggallana, maha kassapa, anurudha, kondanna, upali, rahula, sivali, bakkula, ananda)

Bab 3. Meneladan para siswa pendukung buddha (visakha, anathapindika)

Bab 4. Meneladan para raja pendukung buddha (asoka, pasenadi kosala, bimbisara, ajatasattu)

Bab 5. Sejarah puja dalam agama buddha (Pengertiaan puja, puja pada zaman sebelum buddha, puja pada zaman buddha, puja pada zaman sesudah buddha, sarana puja zaman sekarang, tempat-tempat suci agama buddha)

Bab 6. Dharmayatra (Pengertian dharmayatra, empat tempat berdharmayatra (taman lumbini, bodhagaya, benares, kusinara), puja di tempat dharmayatra, tujuan dan manfaat dharmayatra)

Bab 7. Konsep meditasi ketenangan batin (pengertian meditasi, manfaat meditasi, persiapan meditasi, waktu dan posisi meditasi, karakter, objek meditasi, rintangan meditasi, gangguan meditasi)

Bab 8. Praktik meditasi ketenangan batin (meditasi pernapasan, cinta kasih 1,2, perenungan terhadap buddha, dharma, sangha, kesadaran dan kelembutan)

Kelas 9 (SMP/SLTP 3)

Bab 1. Buddha parinibbana (perjalanan menuju kusinara, makanan terakhir buddha, tempat suci untuk menghormati buddha, nasihat terakhir dan parinibbana, perabuan jenazah buddha, pembagian relik buddha, menghormati relik buddha)

Bab 2. Hak asasi manusia dalam agama buddha (susunan masyarakat buddhis, hukum dalam agama buddha, hak asasi manusia dalam agama buddha, prinsip-prinsip hak asasi manusia)

Bab 3. Agama buddha dan kesetaraan gender (pengertian gender, status perempuan dalam agama buddha, buddha mengangkat martabat kaum perempuan)

Bab 4. Tokoh buddhis dalam kesetaraan gender (prajapati gotami pejuang sangha bhikkhuni, kisah ratu khema, upalavanna, kartini, hak-hak perempuan dalam perjuangan kartini)

Bab 5. Perdamaian dalam agama buddha (damai itu indah, hiri-ottappa dan perdamaian dunia, pemimpin yang damai)

Bab 6. Tokoh perdamaian dunia (damai bersama buddha, Y.M. Dalai lama, raja bhutan, master zen thich nhat hanh, benerable master chin kung, perdamaian dalam kisah jataka)

Bab 7. Sejarah penulisan tripitaka (Sidang agung ke-1 s/d 6)

Bab 8. Ruang lingkup dan intisari tripitaka

Kelas 10 (SMA/SLTA 1)

Bab 1. Sejarah penyiaran agama buddha di Indonesia (zaman kerajaan mataram kuno, sriwijaya, kemunduran dan kebangkitan agama buddha di indonesia, agama buddha zaman kemerdekaan RI, peran para tokoh perkembangan agama buddha setelah kemerdekaan)

Bab 2. Agama bagi kehidupan (refleksi agama bagi kehidupan (peranan agama, agama dan kerukunan), sikap keberagaman dalama agama (pluralisme dan pralelisme, inklusivisme, eksklusivisme, eklektivisme, universalisme, toleransi))

Bab 3. Kebebasan beragama (Agama-agama yang diakui pemerintah (kebebasan memilih agama, cerita suku kalama), keunikan agama buddha (agama buddha adalah agama damai dengan ajaran welas asih yang universal, tidak ada paksaan dalam ajaran buddha, agama buddha mengajarkan diri sendiri sebagai pelindung, agama buddha merupakan agama anti kekerasan, agama buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat)

Bab 4. Perlindungan (ajaran buddha, berlindung kepada buddha, dharma dan sangha)

Bab 5. Agama buddha dan Sains modern (definisi ilmu pengetahuan, syarat-syarat ilmu, definisi teknologi, fenomena yang diperlihatkan oleh teknologi, teknologi dalam pandangan buddhis)

Bab 6. Seni dan budaya buddhis (pengertian dan pewarisan kebudayaan, seni dan apresiasi, seni dan budaya buddhis (satra, suara dan gerak, rupa))

Bab 7. Fenomena alam dan kehidupan (Fenomena buddha dalam kehidupan (fenomena alam kehidupan dan “dewa pencipta”, berbagai fenomena alam)

Bab 8. Hukum tertib kosmis (niyama) (Doktrin (utu-niyama, bija niyama, kamma niyama, citta niyama, dhamma niyama, niyama dan konsep penciptaan))

Kelas 11 (SMA/SLTA 2)

Bab 1. Moralitas (pengertian moralitas, moralitas dalam jalan mulia berunsur delapan, penafsiran moralitas dalam kitab visuddhimagga, menjadi manusia yang bermoral, memperlakukan orang lain dengan moralitas)

Bab 2. Aspek-aspek sila (Ciri-ciri sila, fungsi sila, wujud sila, sebab terdekat sila, manfaat mempraktikan sila (mendapat kekayaan yang berlimpah melalui usaha giat, reputasi baik tersebar luas, penuh percaya diri, meninggal dengan tenang, setelah meninggal terlahir di alam yang baik, tercapainya keinginan, menyembuhkan penyakit, landasan bagi tercapainya pencerahan), cara mempraktikan sila (pancasila, pancadhamma))

Bab 3. Klasifikasi sila (Sila berdasar jenisnya, silah berdasar latihannya (pancasila, atthasila, dasasila, patimoka sila), sila berdasar orang yang mempraktikanya (bhikkhu/i sila, anupasampanna sila, gahattha sila), sila berdasar motif/tujuannya (panita sila, majjhima sila, hina sila), sila berdasar cara mempraktikannya (varitta sila, carittha sila), memahami perbedaan, sila berbeda bertujuan sama, sila sebagai pelindung))

Bab 4. Puja dan budaya (Puja sebelum, saat dan setelah zaman buddha, puja sebagai penghormatan, manfaat melakukan puja, agama buddha dan agama budaya(gagasan aktifitas, artefak), agama buddha dan tradisi, agama buddha dan upacara ritual, agama buddha dan perayaan keagamaan))

Bab 5. Agama buddha dan pelestarian lingkungan (Ekologi dalam agama buddha, pandangan agama buddha tentang makhluk hidup, kesilangtergantungan antara makhluk hidup dan lingkungan,Permasalahan lingkungan, pendekatan agama buddha terhadap lingkungan, manajemen lingkungan dalam agama buddha, mengembangkan kesadaran terhadap lingkungan))

Bab 6. Empat kebenaran mulia (Hukum kebenaran mutlak, hukum empat kebenaran mulia, kebenaran mulia tentang dukkha, kebeneran mulia tentang sebab dukkha, kebenaran mulia tentang terhentinya dukkha, kebenaran mulia tentang jalan menuju terhentinya dukkha (pandangan/pengertian benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar/mata pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian benar, konsentrasi/pemusatan benar))

Bab 7. Karma dan tumimbal lahir (Karma, apa itu karma, karma dan vipaka, apa penyebab karma, klasifikasi karma (jenis, saluran terjadi, jangka waktu, kualitas akibatnya, bukti tumimbal lahir, uji konsep tumimbal lahir))

Bab 8. Tiga karakteristik universal (pengertian tilakhana, ketidakkekalan, ketidakpuasan, dua macam dukkha berdasar penyebab, kakateristik tanpa diri yang kekal, mengapa perlu menyadari annica, mengapa kita perlu menyadari dukkha, mengapa kita perlu menyadari anatta))

Bab 9. Sebab akibat yang saling bergantungan (pengertian paticcasamuppada, rumusan hukum paticcasamupadda, dua belas nidana (ketidaktahuan, bentuk-bentuk karma, kesadaran, batin dan jasmani, enam landasan indera, kontak, perasaan, nafsu keinginan, kemelekatan, penjadian, kelahiran, penuaan dan kematian)

Kelas 12 (SMA/SLTA 3)

Bab 1. Alam semesta dalam perspektif agama buddha

Bab 2. Alam kehidupan

Bab 3. Meditasi pandangan terang

Bab 4. Praktik hidup penuh kesadaran

Bab 5. Problematika kehidupan sosial manusia

Bab 6. Hindari aborsi dan pergaulan bebas

Bab 7. Hindari penyalahgunaan narkoba dan tawuran

Bab 8. Hindari korupsi

Universitas/institut

Materi yang diajarkan berdasarkan materi dari sekolah dasar sampai jenjang sekolah menengah atas (basic, intermediate, advance) dengan sistem diskusi/dialog/pembabaran dharma. Secara umum dikampus atau diperkuliahan sudah terdapat wadah tersendiri untuk pembelajaran agama buddha yaitu dalam Keluarga Mahasiswa Buddhis (KMB).

Semoga bermanfaat.

Note: bila ingin mendapatkan buku dalam bentuk pdf dapat diminta ke e-mail ananda052010@gmail.com

Istilah – istilah bahasa yang digunakan di NSI

Tags

, , , , , ,

Terms & Definitions in NSI

1. Isshin Tai EIs syin tai e : percaya memperoleh prajna

2. Syin Gyo Gaku : Percaya (syin), pelaksanaan (gyo) dan belajar (gaku)

3. Nai Kun Gego : Pembangkitan dari dalam dan perlindungan dari luar

4. Syin Ge Bon : percaya dan memahami/mengerti; Syin-Gyo Bon: Percaya dan senang

5. Gampon no mumyo : Pemutus kegelapan pokok jiwa (kegelapan dasar pokok)/kesesatan yang tidak jelas dari dasar pokok jiwa/menghancurkan kesesatan pokok jiwa

6. Syokusyin jobutsu: mencapai kebuddhaan dengan badan apa adanya

7. Mon shin kai jo shin sha zan (7 pusaka) : mendengar (mon), percaya (shin), menjaga pantangan (kai), menetapkan/menekadkan hati (jo), bergiat maju/menjalankan pertapaan (shin), menyumbang jiwa raga/membuang keterikatan hawa nafsu (sha), bertobat/meninjau diri (zan)

8. Paranirmita – vasavartin : kegembiraan yang dapat mengatur dan menggerakkan orang lain sesuai kehendak diri sendiri

9. Kokudo: Tempat belajar/pembabaran

10. Hon in myo (sebab pokok gaib) : memecahkan seluruh akibat masa lampau yang terdapat di dalam sekejap jiwa masa sekarang dan membuka sebab kebahagiaan kekal abadi di masa mendatang (Percaya dengan hati/kata-kata buddha)

11. Shibu, ciku, han, umi : Daerah, cabang, anak cabang, ranting

12. Triyana : sravaka, pratekyabuddha, boddhisattva

13. Syujo syo yuraku : bermain-main bersuka ria (tempat umat manusia bermain bersenang-senang)

14. Hosyaku kempon : menanggalkan ajaran/pandangan sementara dengan mewujudkan pandangan sesungguhnya

15. Iki ci en: satu bakat satu jodoh

16. Ji no icinen sanzen : icinen sanzen fakta nyata/icinen sanzen kenyataan

17.  Jigyo: pelaksanaan/pertapaan untuk diri sendiri

18. Keta : pelaksanaan/pertapaan untuk orang lain

19. Omamori gohonzon: gohonzon ukuran kecil yang bisa/dapat dibawa kemana-mana

20. Kempon onju: wujud pokok dari jiwa yang kekal

21. Syudatsu sotai : Perbandingan ajaran pembibitan dan pemanenan

22. Kyoci myogo: kemanunggalan mutlak suasana dan prajna di dasar jiwa/kemanunggalan mutlak antara prajna buddha dan hakikat hukum alam semesta

23. Kai, jo, e : Sila, samadhi, prajna (Ketiga ajaran)

24. Nyorai himitsu jin zu syi riki : keinginan hati Niciren dan sejenisnya sekarang adalah membuka kesadaran badan sendiri, sehingga tercapai kesadaran buddha dalam badan apa adanya, ini disebut sebagai rahasia buddha dan kekuatan gaibnya

25. Ingyo : Pertapaan sebab (segala pertapaan yang menjadi sebab dari pencapaian kesadaran buddha)

26. Katoku : Pertapaan akibat/kebajikan akibat (segala kebajikan yang diperoleh sebagai akibat pencapaian kesadaran buddha)

27. Mugi wasshin : gohonzon mutlak tidak ada kesalahan (kepercayaan yang sesungguhnya)/tidak ada keragu-raguan sama sekali adalah yang dikatakan”percaya”

28. Syinjin soku sekat: syinjin adalah hati kepercayaan

29. Zuiho bini : zuiho berarti mengikuti zaman dan adat istiadat (menyesuaikan dengan daerah dan waktunya), bini berarti vinaya/sila

30. Yo butsu nai no kujin syoho jisso : hanya buddha dan buddha yang mengerti

31. Inga guci : semua sebab akibat langsung terjadi (sebab akibat yang sesaat)/kumpulan hal-hal yang dilakukan pada waktu-waktu saat ini ; inga iji (sebab akibat lain saat)

32. Akucisyiki : Jodoh/pengaruh buruk/hikmat buruk

33. Zencisyiki : Jodoh/pengaruh baik/hikmat baik

34. Zuiji-i no seppo: Saddharmapundarika sutera merupakan pembabaran kesadaran buddha sakyamuni yang terunggul

35. Gonjice sotai : Perbandingan ajaran sementara dengan sebenarnya

36. Kaisan ken ici: membuka tiga dunia mewujudkan satu dunia/membuka triyana mewujudkan ekayana

37. Onggikuden: Ajaran tertulis (ajaran-ajaran lisan)

38. Naikan rennen: mengetahuinya dalam hati namun tidak mengutarakannya.

39. Syoho, zoho, mappo: masa purwaka dharma, madya dharma, masa akhir dharma

40. Juruisyu : bibit sejenis; kai-e juruisyu: membuka dan menemukan bibit sejenis

41. Sotaisyu: Bibit lain jenis; kai-e sotaisyu: membuka dan menemukan bibit lain jenis

42. Niji eten:  mewujudkan jiwa agung secara nyata adalah berubah, berputar dengan sendirinya

43. Rinju syonen : saat ini adalah saat ajal, saat ajal adalah sekarang (perjuangan yang tidak ada akhirnya)

44. Taido isyin : tampaknya satu badan tetapi hatinya berbeda

45. Itai dosyin : berbeda badan tetapi satu tujuan (tujuan sama walaupun badannya berbeda)

46. Kuon ganjo jijuyohossyin nyorai: kelahiran kembali tathagata sambhogakaya yang menerima dan berfungsi sendiri semenjak masa lampau yang tak berawal; kuon ganjo: masa lampau yang tak berawal

47. Icidaiji inen: sebab jodoh satu fakta sangat penting

48. Syakubuku : menyebarluaskan Nammyohorengekyo (miao-fa-lien-hua-ching), mematahkan perasaan ragu-ragu, meluruskan orang lain/menjalankan pelaksanaan mengajar dan membimbing orang lain

49. Kenzin : orang arif; Syonin gonanji : Arif bijaksana

50. So bace, bece bace, ken bace, myo bace : umum , khusus, nyata, sunyata (4 jenis hukuman)

51. Dwiyana/nijo : Sravaka dan pratekyabuddha; Triyana: sravaka, pratekyabuddha, boddhisattva

52. I syo jo butsu : Satu hidup menjadi buddha (dalam kehidupan kali ini selalu sokusyin jobutsu: mencapai kesadaran buddha dalam keadaan seadanya)/pencapaian kesadaran buddha seumur hidup

53. Nyo i jin e : Tenaga gaib; ten gen ce : bisa melihat hal-hal yang kecil; ten in ce: bisa mendengar suara suara kecil yang jauh; Ta syin ce: bisa mengetahui pikiran orang lain; Se kyu myo ce: Bisa mengetahui masa lalu; No jin ce: Bisa patahkan kesesatan jiwa sendiri ( 6 kekuatan gaib)

54. Syo ji ici daici kecimyaku syo : Hubungan darah antara manusia dengan gohonzon

55. Kimyo : Menyumbang jiwa raga; bersedia menyumbang jiwa raga sendiri dalam menuntut hukum secara berkelangsungan demi mencapai kesadaran buddha dan melestarikan hukum untuk selama-lamanya (Ryobokuju); Kimyo Esyi : melaksanakan hati kepercayaan dengan memasrahkan jiwa raga yang dipusatkan dan diandalkan hanya pada Gohonzon

56. Kyokyu hoyo : sumbangan yang sebenarnya artinya berkeinginan membalas budi dan berterima kasih kepada triratna (sanbo) dari lubuk hati sehingga bersungguh hati dan menyumbang bermacam-macam harta

57. Kendon : Pelit

58. Kokoro zasi : kesungguhan hati (pencerahan)

59. Ga syi do annon : tanahku tenang dan tentram (tanggungjawab untuk kebahagiaan setiap makhluk dan kesejahteraan tanah air)

60. Syaba sekai seppo kyoke: membabarkan ajaran di dunia saha (kemampuan untuk membimbing setiap manusia mencapai kebahagiaan mutlak)

61. Ga yaku i se bu: Aku adalah ayah dari dunia ini (maitri karuna untuk melepaskan setiap manusia dari penderitaan hingga ke akar-akarnya)

62. Syitei funi : kesatuan guru dan murid yang tak terpisahkan (guru dan murid bukan dua)

63. Pundarika : teratai putih; paduma : teratai merah; uppala: teratai biru

64. Cudo icijitsu : jalan tengah tunggal sesungguhnya; cudo jisso (cudo: jalan tengah; jisso: wajah sebenarnya); cudo hosso: wajah hukum jalan tengah

65. Issyin tai-e : percaya yang akhirnya berubah menjadi prajna; Issyin toku nyu: dengan percaya dapat memasuki dan memperoleh prajna

66. Juji soku kanjin : menerima dan mempertahankan adalah kesadaran

67. Gusoku : mencakup keseluruhan; Sosei : hidup kembali; Kai: membuka (3 makna myo/sad/hukum/sadharma) –> membuka kesadaran buddha, menghidupkan kembali semangat, bulat sempurna

68. Gense annon: dalam kehidupan kali ini merasa tenang dan tentram, pada kehidupan akan datang dilahirkan ditempat yang menyenangkan

69. Syiki : diatas sadar; mui syiki : di bawah sadar

70. Muryo muhen : Kurnia dari gohonzon

71. Bonno soku bodai : Hawa nafsu adalah kesadaran

72. San seken : 3 perbedaan (go on seken: perbedaan lima unsur/panca indera; perbedaan manusia/penerimaan/waktu/syujo seken, perbedaan tempat/kokudo seken)

73. Syinkyo hoju shishin guho gosyo: surat mengenai sikap meremehkan diri sendiri tetapi memandang tinggi dharma, serta sikap menyebarkan dharma dengan mengorbankan diri sendiri

74. Nyoto-tokusen gosyo: surat mengenai seseorang yang ingin menyeberang mendapat kapal

75. Kegon, agon, hoto, hannya, hokke nehan : Avatamsaka, agam, vaivulya, prajna, sadharmapundarika dan nirvana (5 periode tientai)

76. Don jin ji : keserakahan, kemarahan, kebodohan (loba, dosa, moha) – Tiga racun (istilah theravada disebut tiga akar kejahatan)

77. Syibun-rice syijiki: 3 jenis pakaian (sogyari: pakaian kebesaran yang dikenakan pada waktu mengunjungi istana/pakaian upacara yang dikenakan pada waktu upacara ajaran hukum dan sebagainya; utara-syo: pakaian luar, pakaian biasa yang dikenakan pada waktu bertapa; anda-e: pakaian tengah, yaitu pakaian sehari-hari)

78. Onsyitsu/onsyice : dendam dan irihati (membenci dan iri hati kepada orang yang melaksanakan hukum buddha yang sebenarnya serta menjalankan ajaran dengan tepat)

79. Fangsen: melepaskan makhluk hidup

80. Zuita-i : ajaran yang disesuaikan dengan bakat dan kemampuan umat pendengar

81. Zuiji-i: Ajaran yang menerangkan kesadaran sang buddha sebagaimana adanya

82. Usyitora : im & yang (jam setengah 3 pagi) ; jam setengah 3 sampai jam 4

83. Ekabuddhayana: satu kendaraan tunggal buddha; hakekat kebenaran/dharma yang dapat membina seluruh umat manusia menuju kesadaran buddha

84. Syoho jisso: hakekat sejati kehidupan jiwa (wujud sesungguhnya segala gejala nyata)/wujud sebenarnya dari segala gejala

85. Dana paramita: memberi sumbangan; sila paramita: berpantangan; dhyana paramita: meditasi; kshanti paramita: ketabahan; virya paramita: ketekunan; prajna paramita: kearifan/bijaksana –> 6 paramita

86. I syin toku nyu : dengan percaya dapat menghayati; syinjun: percaya dan mengikuti dengna selaras

87. Nanji : hal yang sukar diperbaiki; noji: hal yang dapat diperbaiki

88. Zen aku funi: teori baik dan jahat yang tak terpisahkan

89. Zasyo icinyo: kesesatan dan kebenaran pada hakekatnya satu

90. Go-in go-ka: teori sebab karma dan akibat karma; shin ku i: badan, mulut, hati (perbuatan, perkataan, pikiran)

91. Esyo funi: teori kesatuan subyek dan lingkungan yang tak terpisahkan (merubah lingkungan dengan cara merubah jiwa kita sendiri)/ kita dan lingkungan adalah satu/subyek dan lingkungan bukan dua

92. Myoho no totai: hukum gaib yang mutlak; totai gi syo: makna badan pokok

93. Jukkai gogu: sepuluh dunia yang saling mencakupi

94.  Syujo seken: perbedaan manusia; kokudo seken: perbedaan tempat

95. Ninniku : ketabahan (honin: ketabahan kepada hukum; syonin: ketabahan kepada manusia yang hidup)–> hati yang memiliki ketabahan walaupun diacuhkan dan dipermalukan orang lain

96. Rikuyo: kesungguhan hati; jisso: hakekat sejati/wajah sesungguhnya/wujud sesungguhnya

97. Seho dan bupo: seluruh hukum masyarakat dasarnya hukum buddha (hukum sebab akibat)/kewajaran

98. Syoji soku nehan : Hidup mati adalah nirvana (proses lahir, tua, sakit dan mati itu sendiri telah berubah menjadi suatu kegembiraan yang amat besar.

99. Lima unsur (Goon seken): syki (badan/jasmani), ju (menerima), so (merenungkan/memikir), gyo (tindakan/gerakan), dan syiki (kecenderungan jiwa/kesadaran/hikmat).

100. Perbedaan manusia (Syujo seken)

101. Perbedaan tempat (Kokudo seken)

102. Icinen (secara umum): Perasaan hati yang mendalam, kepercayaan hati yang mendalam, hal-hal yang sering teringat, kurun waktu yang amat sangat pendek/waktu yang amat singkat/perasaan sekejap

103. Icinen adalah waktu yang amat singkat, icinen adalah jiwa sekejap, icinen adalah kesatuan jasmani dan rohani yang tak terpisahkan (syiki syin funi), icinen adalah sumber karma baik maupun buruk, icinen merupakan kesatuan subjek dan lingkungan yang tak terpisahkan (esyo funi), icinen adalah sebab akibat sesaat (in-ga guji), icinen adalah kepercayaan kepada Gohonzon, Icinen adalah Nammyohorengekyo yang terletak di tengah-tengah Dai Gohonzon.

104. Tariki : kekuatan dari luar jiwa; tariki hongan: mengandalkan bantuan dari luar

105. Jiriki : kekuatan dari dalam jiwa/tenaga diri sendiri

106. Rokudo rinen: empat kecenderungan buruk atau masuk di dalam perputaran di antara enam dunia.

107. San-in Bussyo: Tiga sifat penyebab pencapaian kesadaran buddha. hakekat jiwa buddha yang memang terdapat dalam jiwa setiap manusia (syo-in bussyo), prajna untuk menyadari hakekat jiwa buddha (ryo-in bussyo), perbuatan-perbuatan baik yang mengembangkan hakekat jiwa buddha (syo-in bussyo) dengan bantuan atau jodoh prajna yang dimiliki manusia (ryo-in bussyo), dinamakan en-in bussyo.

108. Sansyo: Penyebutan Nammyohorengekyo sebanyak 3 kali (posisi berlutut dengan sikap tangan anjali, menyebut Nammyohorengekyo dan kepala setengah menunduk).

109. Zan (Zan-ge): Bertobat/merasa malu (Zan: tidak membuat dosa/merasa malu atas dosa-dosa diri sendiri/malu terhadap orang lain; ge: membuat orang lain tidak membuat dosa/menyatakan kesalahan diri sendiri untuk menyesali kesalahan)/mengakui kesalahan dan dosa kejahatan yang dibuat pada masa lalu atau tidak mengulanginya kembali.

110. Sandaihiho: Tiga hukum rahasia agung (Honmon no honzon : Mandala pusaka pemujaan ajaran pokok sadharmapundarika sutera yakni Gohonzon; Honmon no daimoku: Mantera agung ajaran pokok sadharmapundarika sutera yakni Nammyohorengekyo; Honmon no kaidan: Altar sila ajaran pokok sadharmapundarika sutera).

111.Jigoku-kai (Neraka; alam derita), Gai-kai (kelaparan/kelobaan; alam yang menguasai orang dengan kerakusan),Chikusho-kai (kebinatangan; alam yang menyebabkan orang dikuasai oleh naluri-nalurinya), Shura (kemurkaan; alam yang menguasai orang dengan sifat persaingan), Nin-kai (kemanusiaan atau ketenteraman; keadaan biasa dari hidup), Ten-kai (surga atau sukacita; alam kebahagiaan), Shomon-kai (sravaka; alam orang yang merasakan kebahagiaan berilmu/pengetahuan),Engaku-kai (penyerapan/penciptaan; alam kejiwaan di mana orang menghargai kesenangan penciptaan), Bosatsu-kai (bodhisattva; alam yang menginginkan kebahagiaan bagi orang lain), Bukkai (tidak noda (bebas, kuat, suci, tenang); alam ke-Buddha-an).

112. Tiga makna MYO (Gaib) : membuka, bulat sempurna dan hidup kembali

113. I syin toku nyu : dengan percaya dapat memasuki kebuddhaan

114. Nyoi Hoju : Permata pengabul segala kehendak

115. Tiga perbedaan: Perbedaan lima unsur (Go on), perbedaan kelompok umat (syujo) dan perbedaan tanah negeri (kokudo)

116. Hon in myo : sebab pokok gaib

117. Hon-in : sebab pokok

118. Hon-ga : Akibat pokok

119. Nigo Dokusyi : Timbul hati menuntut kesadaran

120. Nyosetsu : sesuai dengan ajaran sang buddha, mengandung pengertian: orang yang mengajarkan dan hal yang diajarkan. Hal yang diajarkan adalah Myohorengekyo. Orang yang mengajarkan adalah sang pendiri ajaran, yaitu Niciren Daisyonin. Maka, satu huruf setsu (ajaran) adalah honzon manusia dan honzon hukum. Syugyo (pertapaan) berarti, menjalankan pertapaan penyebutan daimoku. karena kita percaya, kita dapat melaksanakan. ini adalah daimoku yang mencakup kepercayaan dan pelaksanaan. Oleh karena itu, dua huruf : Syu-gyo (pertapaan) adalah honmon no daimoku (mantera sejati). sedangkan tempat dimana disemayamkannya honzon (pusaka) ini adalah honmon no kaidan (altar sejati)

121. Juji soku kanjin : menerima dan mempertahankan adalah kesadaran

122. Kanjin : menghayati perasaan jiwa sendiri ( sungguh-sungguh percaya Gohonzon) dan melihat dunia 10 hukum (sungguh-sungguh menyebut dan melaksanakan sadharma); Kyoso: Ajaran yang teoritis bertahap (mempelajari dan menyelidiki keadaan sebenarnya kata-kata harfiah kalimat sutra dan sastra secara jujur, taat, obyektif dan ilmiah.

123. Issyin : sekejap perasaan jiwa/menyadari sekejap perasaan jiwa

124. Joju fuhen : teori sesungguhnya selalu menetap dan tidak berubah

125. Hossyaku kempon : buddha pokok (hon-buce) dimasa akhir dharma/menanggalkan pendirian sementara dan mewujudkan pendirian sesungguhnya

126. Nyuwa ninniku: jubah ziarah ketabahan (nyuwa: hati yang luwes dan tulus menerima dan mempertahankan hukum sejati; ninniku: meskipun menerima hinaan, direndahkan, atau diremehkan seperti apapun juga, tetap tabah dan bertahan)

127. Tonkyo:  ajaran yang langsung dan menerangkan kesadaran. Enkyo : Ajaran yang bulat sempurna; tonkyo icijo: hukum pembabaran langsung ekayana

128. Don jin ji man gi : lima racun (keserakahan, kemarahan, kebodohan, keragu-raguan, kesombongan)

129. Ullambana (urabon) : upacara persembahan serta mendoakan demi kebahagiaan arwah orang-orang yang telah meninggal dunia (Ullam: tergantung terbalik; Bana: wadah untuk mengisi sesuatu). Arti lain Ullambana : Penyelamatan

130. E ho fu e nin : ikuti hukumnya, jangan ikuti orangnya

131. Syozen : sebelum pembuktian; Kigo: sesudah pembuktian (dua macam stupa pusaka). Sebelum pembuktian adalah ajaran syakumon dan sesudah pembuktian adalah ajaran honmon

132. Mon syin kai jo syin sya zan (tujuh pusaka): mendengar, percaya, menjaga pantangan, menekadkan diri, menjalankan pertapaan, membuang keterikatan hawa nafsu, meninjau diri

133. Ci : prajna, penerangan dan perwujudan diri sendiri (jitai kensyo)

134. Kyoci myogo: manunggalnya suasana dan prajna

135. Syakumon : ajaran bayangan; honmon : ajaran sejati/sebenarnya

136. Rissyo ankokuron : penegakan hukum sakti untuk mensejahterakan negara/menentramkan negara dengan menegakkan filsafat yang benar

137. Obaitori: keunggulan atau keistimewaan

138. Dosyu Syogi: pengoncangan/penggoyahan keterikatan dan menimbulkan keragu-raguan

139. Trikaya/sanjin (tiga badan buddha): dharmakaya/hosshin (inti hakikat dari hukum alam semesta/keTuhanan yang sifatnya adalah maitri karuna), sambhogakaya/hoshin (aspek sunyataNya), nirmanakaya/ojin (aspek yang nyata dari keTuhanan)

140. Soku Syin Jobuce : Pencapaian kesadaran buddha dalam keadaan seadanya

141. Hijo : tak berperasaan; ujo: jiwa berperasaan

142. Kuon ganjo : asal muasal/masa lampau yang tidak berawal

143. 6 (enam) pertapaan penyempurnaan diri: dana paramitha (menyumbang), sila paramitha (mempertahankan pantangan), kshanti paramitha (ketabahan), virya paramitha (daya juang), dhyana paramitha (bermeditasi), prajna paramitha (kearifan terunggul)

144. Syoten zenjin : dewa-dewa penolong (unsur baik)

145. Gampon ho hossyo : sifat dari dasar pokok jiwa (kesadaran pokok jiwa)

146. Sioho jisso : segala gejala (wujud kebenaran sesungguhnya)

147. Kanpo : mengamati dharma

148. Honmacekukyoto : dasar pokok hingga akhir pada hakikatnya sama/satu (hon:dasar pokok; mace:hakikatnya adalah sama)

149. Nizen : ajaran sementara

150. Issyin: sepuluh dunia tercakup dalam perasaan sekejap

151. Jisso : seluruh hukum kemasyarakatan sama sekali tidak bertentangan dengan wujud kebenaran sesungguhnya

152. Hokke syuyo syo: inti hakikat saddharmapundarika sutera

153. Eho : Subjek; Shoho : lingkungan

154. Jihi : Welas asih/maitri karuna

155. Shojin/Wirya : pelaksanaan pertapaan secara terus menerus (sho: tidak tercampur; jin:pelaksanaan terus menerus)

156. Daimoku : judul sutera/menyebut Nammyohorengekyo berulang-ulang

157. Hobenpon : upaya kausalya; juryohon: panjangnya usia sang tathagata

158. Shozen : sebelum pembuktian; kigo : setelah pembuktian

159. Maitri karuna : keinginan untuk mencabut kesulitan orang lain dan memberi kebahagiaan padanya)

160. Shosin: hati yang awal (seluruh penganut di dalam masa akhir dharma); goshin: hati belakang (suatu suasana jiwa yang memiliki pengetahuan ataupun kesadaran sesudah menjalankan pertapaan agama buddha selama jangka waktu yang panjang)

161. Kuon jitsujo: uraian dari sang buddha sakyamuni dalam bab XVI saddharmapundarika sutera (panjang usia sang tathagata), bahwa beliau sebenarnya sudah mencapai kesadaran buddha pada masa lampau 500 jintengo yang amat jauh

162. Shiki Shin Funi : keadaan jiwa yang sebagaimana terwujud pada jasmani dan keadaan jasmani mempengaruhi rohani

163. Ji O Ki Ho : Waktu, perilaku, bakat, hukum (4 makna dari kanjin ho honzonsho/objek pemujaan untuk pencapaian kebuddhaan)

164. Kengo : kokoh, perkasa dan pasti

165. Avidya : pandangan yang sesat

166. Namu/kimyo: pasrah/hati yang menghormati atau keinginan hati untuk mengikuti

167. Daimoku : Judul sutera/mantera agung (menyebut Nammyohorengekyo berulang-ulang)

168. Gongyo : Pelaksanaan yang tekun/membaca sutera

169. Syoho : saddharma/myoho; zoho : pratirupadharma; mappo : akhir dharma/pascimadharma

170. Gense annon gosyo zensyo: masa sekarang tenang dan sejahtera, masa akan datang akan dilahirkan ditempat yang baik

171. Kempon onju: dengan wujud pokok dari jiwa yang kekal

172. Iki Ici En : Satu bakat satu jodoh

173. Hokke syakubuku hagon monri : mematahkan dan memecahkan teori sementara, hanya menerima satu teori saddharmapundarika sutera

174. Mugi waku syin: sama sekali tidak ragu-ragu merupakan kepercayaan yang sesungguhnya

175. Ji no icinen sanzen: Icinen sanzen fakta nyata

176. Honzon: Pusaka pemujaan/badan pokok

177. Kai Jo E : Sila (kemoralan) contohnya ucapan benar, perbuatan benar, pencaharian benar, samadhi (konsentrasi) contohnya daya upaya benar, perhatian benar, konsentrasi benar, prajna (kebijaksanaan) contohnya pengertian benar dan pikiran benar

178. Gridhakuta : tanah buddha

179. Ninpo Ikka : Kemanunggalan manusia dan hukum/kesatuan manusia (buddha) dan dharma/kesatuan manusia dan hukum yang tidak terpisahkan

180. Syudatsu syotai : Perbandingan ajaran pembibitan dan pemanenan

181. Ga hon gyo bosatsu do : saya pada pokoknya melaksanakan jalan keboddhisatvaan

182. Ihai : papan nama untuk orang yang telah meninggal

183. Syo ren in : pundarika sejati

184. Ryojusen / jakko: tanah buddha (dunia buddha)

185. Jukai gogu (jikkai goku) : sepuluh dunia yang saling mencakupi

186. Butsui butcoku : kehendak dan amanat buddha

187. Ninniku : Menjalankan pelaksanaan tabah dan tahan

188. Fuji syaku syinmyo : rela menyerahkan jiwa dan raga untuk bertemu dengan buddha/bertapa tanpa menyayangi jiwa raga

189. Kusi icigon : sembilan kali pikir, sepatah kata

190. Zekyo Tensya : orang yang mempertahankan sutera ini

191. Uno Jyuji : Sungguh-sungguh menerima dan mempertahankan

192. Gento nise : sekarang dan akan datang

193. Noji : orang yang sungguh-sungguh mempertahankan

194. Tenjukyoju: dosa berat diterima menjadi ringan (hukum yang merubah karma berat dan menerimanya dengan ringan)

195. Iga ryo syujo toku nyu mujodo soku joju busyin : bagaimana seluruh umat manusia dapat mencapai jalan terunggul dan segera dapat mencapai buddhakaya

196. Jo raku ga jo : empat kebajikan/kekuatan atau karakter dari buddha (tenang, bebas, kuat, suci)

197. Issyo Fussyo : dalam satu kehidupan mengikuti buddha, sehingga mendapat tingkat kebuddhaan dan bodhisattva yang membantu buddha

198. Kuon jitsujo : hukum ini merupakan hukum pencapaian kesadaran di masa lampau yang amat jauh

199. Onsyitsu : patah semangat/kurang memahami ajaran/ pelaksanaan yang tidak berkesinambungan

200. Kaimokusho : surat membuka mata

201. Issyo Jobutsu : pencapaian kesadaran buddha dalam satu kehidupan ini

202. Oesyiki : salah satu upacara besar niciren syosyu sebagai perwujudan esyo funi

203. Ga syi do annon. Tennin jo juman. onrin syo dokaku. syuju ho syogon, hoju ta keka, syujo syo yuraku : tanah-Ku tenang dan tenteram. Senantiasa dipenuhi oleh makhluk-makhluk surgawi. Taman-taman dan banyak istana, dan segala permata idaman. Pohon-pohon yang indah penuh dengan bunga dan buah-buahan. Semua makhluk hidup bersuka ria

204. Soku syin jobutsu : pencapaian kesadaran buddha dalam badan apa adanya

205. Gojukai : upacara pemberkahan/menerima sila (mencegah kesalahan dan menghentikan kejahatan); barulah seseorang menerima gohonzon (upacara gokafu) yang kemudian disemayamkannya pada altar buddha masing-masing.

206. Syin riki dan gyo riki : kekuatan hati kepercayaan (syin riki) dan kekuatan pelaksanaan (gyo riki); ho riki (kekuatan dharma); buce riki (kekuatan buddha)

207. Sangaku : tiga ajaran (Kai: sila; Jo : dhyana, E : prajna)

208. Myo-in : merasakah sebab baik; myo-ka : akibat gaib

209. Nosyo syosyo: umat ingin membuka kesadaran dan menerima kesadaran tersebut

210. Syoju : tingkat tidak akan mundur

211. Kaigon kennon : membuka yang dekat, mewujudkan yang jauh

212. Junyo jisso : wajah sesungguhnya 10 aspek

213. Gojugen : lima susun gaib

214. Juji soku kanjin : menerima dan mempertahankan adalah kesadaran

215. Kongo fue : suasana kebahagiaan mutlak yang kuat tak dapat dihancurkan

216. Hi : rahasia

217. Jikitatsu syokan : langsung mencapai kesadaran

218. Jijuyuhosyin : badan yang menimbulkan prajna untuk digunakan diri sendiri (badan yang menerima suasana oleh diri sendiri dan menggunakannya untuk diri sendiri)

219.Myoji bonpu : waktu manusia biasa mendapat kesadaran

220. Myoji soku : tingkat mendapat kesadaran

221. Kyomyo : suasana gaib; cimyo : prajna gaib; gyomyo: pelaksanaan gaib

222. Honga : mencapai akibat pokok

223. Zuitai : akar bakat umat (rendah, sedang, tinggi)

224. Nosyo syosyo : mewujudnyatakan teori pokok

225. Nin soku ho, ho soku nin : Wujud nyata wajah gohonzon dari manusia adalah hukum, hukum adalah manusia

226. Jisso :  wajah sesungguhnya

227. Hanmon : pemutusan hubungan

228. Kibetsu : penganugerahan (ki: catatan ramalan buddha akan pencapaian kesadaran buddha pada masa akan datang; betsu : menunjukkan dengan membedakan wajah dari pencapaian kesadaran buddha pada masa yang akan datang)

229. Ijitsu seigon : ajaran sementara sebagai persiapan pembabaran sesungguhnya

230. Kaigon kenjitsu : membuka ajaran sementara untuk mewujudkan ajaran sesungguhnya

231. Haigon ryujitsu : memusnahkan ajaran sementara untuk menegakkan ajaran sesungguhnya

232. Tiga perbedaan : perbedaan lima unsur (go on); perbedaan kelompok umat (syujo) dan perbedaan tanah negeri (kokudo)

233. Egi hanmon : kalimat perbandingan tergantung makna

234. Dua hukum (Kyo Chi) : Suasana (Kyo), prajna (Chi)

235. Kai ji go nyu syibuciken (tujuan kehadiran buddha sakyamuni) : membuka (kai); mewujudkan (ji); merasakan (go); masuk kesadaran (nyu) dan memasuki empat pandangan buddha (syubuciken)

236. Kosenrufu : hidup dengan penuh arti menimbulkan keinginan kuat yang menyala-nyala mencapai perdamaian dunia/penyebarluasan (mencapai penyelamatan kebahagiaan umat manusia)

237. PK2 : penjaga keamanan dan ketertiban

238. Hobo : pemfitnahan dharma

239. Dasa sila : sepuluh pantangan

240. Ju ji soku ji kai : menerima dan mempertahankan gohonzon berarti mempertahankan sila

241. Kyo Gyo Syo : Ajaran, pelaksanaan dan bukti

242. Bucedan : altar buddha; bucegu : peralatan altar

243. Jinzu syi riki : kekuatan gaib

244. Honbuce : buddha pokok; syakubuce : buddha sementara

245. Honmon : ajaran sejati

246. Montei : makna dasar kalimat; dharma agung yang dirahasiakan dan terpendam di dasar kalimat (montei hichin no taiho)

247. Jince syi riki : kekuatan gaib sang buddha

248. Tennen fudo no ri : kebenaran dan kewajaran alam semesta tak berubah

249. Hossyosyin : raga sifat dharma; riki : kekuatan

250. Kanyu jizai: kekuatan fungsi yang kokoh dan bebas leluasa

251. Ongi kuden: catatan ajaran lisan

252. Gentaku ohonnin : sebaliknya akan menerima akibatnya sendiri

253. Zun en no kofu : zaman sekarang ini merupakan zaman penyelamatan kebahagiaan umat manusia yang selaras dengan kehendak maupun dentaman jiwa manusia yang mendambakan kebahagiaan

254. Chudo Jisso : hakikat jalan tengah

255. Shonin chisanzeji : mengenal ketiga masa (lampau, sekarang dan akan datang)

256. Ichien bodai soyo: Gohonzon yang dianugerahkan kepada seluruh umat manusia

257. Jishin Hossho No Daichi : bumi sifat hukum diri sendiri (suasana kebahagiaan mutlak di mana seseorang telah menyadari jiwa kekal abadi atau dengan kata lain adalah pencapaian kesadaran buddha)

258. Shinge : percaya (shin) mengerti/paham(ge)

259. Fuhen Shinnyo No Ri : teori kebenaran kekal yang tidak berubah-ubah

260. Yaku soyu bon : perumpamaan tanaman

261. Sando : tiga jalan (hawa nafsu, karma, penderitaan); sankan : tiga pengamatan; santai : tiga badan (sunyata, nyata dan hakikat (ku, ke, chu))

262. Kenjiwaku : kesesatan pandangan dan pikiran. (kesesatan pandangan: lima kesalahan pandangan (gorisi) atau lima hal yang membuat pikiran tidak tajam, yakni terikat pada pandangan diri sendiri dan menyayangi badan sendiri (sinken), tidak mempercayai jiwa kekal abadi (henken/tanken), jiwanya terikat pada pandangan sendiri sehingga menjadi sombong, pikiran yang dangkal dirasa sebagai yang sesungguhnya (kensuken), sesuatu yang bukan sebab dirasakan sebagai sebab, yang bukan teori kewajaran dirasakan sebagai teori kewajaran (kaisyuken) dan kesesatan karena tidak mengakui teori hukum sebab akibat ketiga masa (jaken); kesesatan pikiran : lima racun sesaat (godonsi) atau lima hal yang membuat pikiran tidak tajam yakni keserakahan, kemarahan, kebodohan, kesombongan dan keragu-raguan)

263. 12 sebab jodoh : mumyo (tidak jelas), gyo (karma baik dan buruk masa lampau), siki (kecenderungan jiwa), myosyoku (badan dan hati mulai tumbuh), rokunyu (enam akar), soku (sentuhan), ju (menerima), ai (cinta), syu (mengambil), u (ada/suasana sudah terbentuk), sei (hidup), dan rosi (tua dan mati)

264. Goju sotai : lima jenis perbandingan

265. Kaimokusyo : surat membuka mata. arti kata kai (membuka) memiliki 2 makna: menghilangkan dan melihat keterikatan jiwa dengan ajaran diluar hukum buddha, yakni ajaran nizen, syakumon (ajaran bayangan), honmon (ajaran pokok), dan datcaku (sudah dipanenkan) dan lainnya serta keterikatan pada buddha sementara.

266. Iccantika (Issendai): orang-orang yang memfitnah dharma/oran yang tidak mempunyai bakat untuk mencapai kesadaran buddha

267. Ninpo syoretsu : hukumnya unggul, manusianya rendah

268. Ku si ichi gon : sembilan kali berpikir kemudian baru dikatakan

269. Shishin Guho : Semangat mencurahkan jiwa raga demi penyebarluasan hukum agama buddha

270. Hokai Henman: Penuh menyeluruh dan menyebar ke dunia hukum tanpa kurang sedikitpun (di dalam masyarakat umat manusia maupun di dalam segala ribuan gejala alam semesta, Nammyohorengekyo selalu menetap sejak asal mula).

271. Jiju Horaku: Menerima sendiri hukum kesenangan/menerima hukum-Nya sendiri dan merasa senang dan tenang

272. Nyosetsu shugyo-syo: Pelaksanaan sesuai ajaran sang buddha

273. Icien Bodai Soyo: Gohonzon adalah untuk seluruh umat manusia/gohonzon yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia

274. Empat macam isi ajaran adalah: Zokyo (ajaran yang hanya menerangkan kesunyataan); Tsukyo (ajaran yang juga menerangkan hal-hal di luar kesunyataan); Bekkyo (ajaran khusus/ajaran yang hanya ditujukan kepada kaum boddhisatva); Enkyo (ajaran sempurna/ajaran yang bulat sempurna)

275. Empat macam cara pembinaan: Tonkyo (secara langsung menerangkan kesadaran); zenkyo (pembinaan secara bertahap, dari yang rendah menuju yang tinggi); himitsukyo (menerangkan kurnia yang berbeda-beda untuk setiap orang); fujokyo (cara pembinaan/pengkhotbahan yang sedemikian rupa sehingga tingkat penangkapan/pemahaman pendengarnya berbeda satu sama lain)

276. Shin-riki (kekuatan kepercayaan); gyo-riki (kekuatan pelaksanaan); ho-riki (kekuatan hukum); buce riki (kekuatan buddha)

277. Datcaku: Hukum agama buddha pemanenan; Gesyuyaku: Hukum agama buddha pembibitan

278. Jojakko: Tanah Buddha

279. 2 Jenis manusia yaitu hosyin dan mihosyinHosyin: yang membangkitkan hati kepercayaan; mihosyin: yang tidak membangkitkan hati kepercayaan

280. Yang membangkitkan hati kepercayaan (hosyin) ada dua jenis, yaitu futai: yang tidak mundur; taidai: yang mundur dari yang besar

281. Enyu no santai: Sadharmapundarika sutera memiliki sifat yang bulat dan sempurna

282. Syoten zenjin: dewa dewi/unsur-unsur positif/perlindungan

283. Zui ta-i: Pembabaran sesuai dengan keinginan bakat umat

284. Kai-e Juruisyu: Membuka dan menemukan bibit sejenis; Kai-e Sotaisyu: Membuka dan menemukan bibit lain jenis

285. Sansho Shima: Tiga rintangan empat iblis (berbagai halangan dan keraguan yang merintangi pertapaan agama Buddha seseorang); sansho: tiga rintangan (bonno sho: rintangan nafsu; go sho: rintangan karma; ho sho: rintangan imbalan); shima: empat iblis (onma: iblis tubuh; bonnoma: iblis hawa nafsu; shima: iblis kematian; tenjima: iblis surga)

286. Eho fu enin: Mengikuti/mengandalkan hukum tetapi tidak mengandalkan manusianya

287. Sanzai shichinan: Tiga bencana tujuh malapetaka/musibah; 3 BENCANA (WABAH PENYAKIT, KELAPARAN, PEPERANGAN);  7 MUSIBAH (SUTERA MANUSENDRA) Musibah kelainan gerakan matahari dan bulan, Musibah kelainan peredaran bintang, Musibah kebakaran, Musibah banjir, Musibah angin besar, Musibah kemarau Panjang, Musibah serangan negara asing dan perang saudara di dalam negeri; 7 MUSIBAH (SUTERA BHAISAJARAJAGURU) Musibah kematian banyak orang karena wabah penyakit, Musibah Serangan negeri asing, Musibah perang saudara di dalam negeri, Musibah kelainan peredaran bintang, Musibah gerhana matahari dan bulan, Musibah hujan dan angin besar yang tidak pada waktunya, Musibah hujan yang tidak turun pada waktunya

288. Atman (aku); nitya (kekal); suddhi (suci); suka (gembira)

299. Sepuluh gelar buddha: Buddha (butsu), tathagata (nyorai), sammyaksambuddha (syohenci), purusadamyasaranthi (jogojobu), sugata (zensei), vidyacaranasampanna (myogyosoku), lokavid (sekenge), sastadevanammanusyanam (tenninsyi), arhat (ogu), lokanathati (seson)

300. Ketai:nyata/jasmani/perbuatan/nirmanakaya (nyoze so); Kutai:sunyata/rohani/prajna/sambhogakaya (nyoze syo); Cutai: inti hakikat/hakikat jiwa/dharmakaya (nyoze tai)

301. Honci nansyi: Hakikat jiwa yang teramat sulit dijangkau oleh pikiran manusia

302. Jukkai honnu joju: sepuluh dunia yang hakiki dan kekal abadi

303. Syi-syin gohon: Empat kepercayaan dan lima bab; 4 kepercayaan menerangkan tahapan kepercayaan para murid semasa hidup sang buddha setelah mendengar pembabaran hukum (1. Icinen syinge: menimbulkan hati kepercayaan berdasarkan kesungguhan hati; 2. Ryakuge gonsyu: menerima dan mengerti makna pembabaran secara samar-samar; 3. Ko-i tasece: setelah percaya dan menerima pembabaran, menerangkan untuk orang lain, 4. Jinsyin kanjo: mencapai hati kepercayaan yang dalam, dapat mengerti dan merasakan pengamatan teori sesungguhnya). Lima bab berarti tahapan cara kepercayaan dan pelaksanaan murid-murid setelah kemosyaan sang buddha (1. Syo zuiki bon: membangkitkan hati yang turut gembira mendengar sadharmapundarika sutera setelah kemoksyaan sang buddha, 2. Dokuju bon: membaca dan menyebut sadharmapundarika sutera, 3. Seppo bon: selain diri sendiri menerima dan mempertahankan, juga membabarkan kepada orang lain, 4. Kenyo rokudo bon: selain menerima dan mempertahankan sadharmapundarika sutera, juga melaksanakan enam paramita, 5. Syogyo rokudo bon: pertapaan pokok yaitu melaksanakan enam paramita)

304. Sanju jokai: tiga pantangan suci bersih (pada masa pratirupadharma/zoho) yaitu menerima seluruh pantangan yang ditetapkan buddha dan tidak menjalankan keburukan, melaksanakan seluruh pertapaan hukum kebaikan, bersungguh hati membimbing umat untuk mendapatkan manfaat.

305. Dosyo dan Domyo: berdiam di bahu seseorang semenjak lahir, dua utusan surga yang mengamati perbuatan seseorang. Mereka melambangkan hukum sebab akibat kejiwaan yang diajarkan dalam agama buddha.

306. Mai Ji Sa Ze Nen: Selalu menginginkan pencapaian kesadaran buddha bagi seluruh umat manusia; mai ji sa ze nen, i ga ryo syujo, toku nyu mujo do, soku joju bussyin: Buddha sendiri selalu membangkitkan hasrat jiwanya, bagaimana agar seluruh umat manusia dapat mencapai jalan terunggul dan segera dapat mencapai buddhakaya

307. Icinen zuiki: Karunia kebajikan dari icinen yang disertai kegembiraan

308. Byodo Dai E: Prajna agung yang adil merata

309. I ga ryo syujo, toku nyu mujo do, soku joju bussyin: untuk membukakan mereka jalan yang sempurna dan dengan segala cara yang memungkinkan, agar mereka sesegera mungkin mencapai kesadaran (arti “mereka”: orang yang berjodoh langsung maupun yang menentang)

310. Kacejo mu ugi: menetapkan hati tanpa ragu-ragu

311. Hon makkukyoto: membangkitkan sifat konsisten (konsisten dari awal hingga akhir)

312. Ihai: papan nama orang-orang yang telah meninggal/simbol; kakoco: nama orang yang telah meninggal dalam satu buku/buku catatan nama-nama dan tanggal orang yang telah meninggal semenjak dahulu

313. Syo buce cie jinjin muryo: prajna para buddha amatlah mendalam dan tak terhingga

314. Ka en jo: memperpanjang karma tetap; jogo emmyo syo: karma tetap dari usia diperpanjang

315. Kyoman: sombong; ketai:malas; keiga: terikat pada pandangan sendiri; sensyiki:berpengetahuan dangkal; jakuyoku:terikat sangat dalam dengan lima hawa nafsu; fuge: tidak mengerti; fusyin: tidak percaya; hinsyiku: menolak hukum dengan dengan berwajah masam; giwaku: ragu-ragu; hobo:memfitnah dharma; kezen:menyepelekan penganut hukum buddha; zozen: membenci penganut hukum buddha; syicezen:iri hati kepada penganut hukum buddha; konzen:dendam kepada penganut hukum buddha

316. Santoku: Tiga kebajikan buddha

317. Onken: Tersembunyi dan nyata

318. Kenyaku: Karunia nyata; Myokaku: Karunia tidak nyata

319. Kenki kenno: doa yang nyata dan jawabannya nyata; kenki myo-o: doa yang nyata tapi jawabannya sunyata; myoki myo-o: doa yang sunyata jawabannya sunyata; myoki kenno: doa yang sunyata tapi jawabannya nyata –> 4 macam doa

320. Monpo Geshu: Pembibitan mendengar hukum; Hossyin Geshu: Pembibitan membangkitkan hati kepercayaan

321. Mujo Hoju Fuju Jitoku: Kumpulan pusaka yang tiada tara nilainya yang diperoleh tanpa dicari

322. Hon-en kai juji: Karunia kebajikan menerima dan mempertahankan sila pokok yang sempurna

323. Syoji icidaiji kecimyaku: Hubungan darah satu hal penting dari hidup-mati

324. Zuien shinnyo no chi: Hikmat sejati yang sesuai dengan segala jodoh lingkungan yang kita hadapi

325. Triloka (sankai): Tiga dunia/dunia yang fana ini (Yoku-kai: Dunia nafsu; Shiki-kai: Dunia jasmani; Mushiki-kai: Dunia non-jasmani/sunyata)

326. Fu ji shaku shinmyo: membalas budi artinya tidak sayang diri/memutuskan 3 kesesatan jiwa (kenji waku (kesesatan pikiran dan pandangan), jinsha waku (kesesatan kenafsuan), mumyo waku (kesesatan jiwa))

327. Shuju ofurumai: Tingkah laku sang Buddha

328. Shu:Pembibitan; Juku:Pematangan; Datsu:Pemanenan

329. Monpo Geshu:Pembibitan mendengar hukum

330. Hosshin Geshu:Pembibitan membangkitkan hati kepercayaan

331. Cekyo: ajaran perantara (selain bekkyo dan enkyo)

332. Kyo Gyo Syo: Ajaran, Pelaksanaan dan bukti nyata

333. Syaba Sekai: Dunia Saha (dunia ini, yang penuh dengan penderitaan. kata sansekerta dari Saha berarti ketabahan. Menurut sutra Hike, dunia saha ini disebut demikian karena manusia di dalam duni ini harus tabah terhadap berbagai penderitaan yang berasal dari ketiga racun dan hawa nafsu keduniawian)

334. Rokudo Rinne/Rokudo Ruten: Samsara perputaran enam dunia (perputaran hidup dan mati yang harus dijalani oleh manusia biasa yang belum mencapai kesadaran di dalam enam dunia: neraka, kelaparan, kebinatangan, kemurkaan/asura, kemanusiaan dan surga. Juga diartikan sebagai penderitaan yang di alami manusia di dunia ini)

335. Myo no syoron: Rejeki yang tak terlihat, tetapi pada satu waktu jelas terlihat (istilah “Percaya adalah myo no syoron“)

336. Nyoze ga mon: Demikian saya dengar (Buddha Sakyamuni membabarkan ajaran-Nya selama 50 tahun. Selama jangka waktu itu banyak sekali ajaran yang di babarkan-Nya. Untuk menggambarkan banyaknya ajaran yang dibabarkan, dikenal istilah “80.000 gudang hukum”. Buddha Sakyamuni sendiri tidak menulis ajaran-Nya. Beliau hanya membabarkan secara lisan. Sutra ditulis oleh para murid-Nya setelah beliau Moksya/meninggal dunia. Murid-murid itu menulis sutra tepat seperti pembabaran yang didengarnya. Pada awal setiap sutra senantiasa tertera “dengan demikian saya dengar (nyoze ga mon)”. Ini berarti sutra yang ditulis itu tidak ada bedanya dengan yang dibabarkan oleh sang Buddha sendiri. Dengan demikian, keabsahan setiap sutra terjamin.

337. Joraku gajo: dalam memperjuangkan nasib manusia kita harus merasa gembira; kenjo gumyo:nasib kelompok atau keluarga

338. Nonin: Tahan/tabah (Orang yang percaya hukum buddha harus dapat bersikap tahan/tabah. Orang yang tidak tahan jangan berharap dapat mencapai kesadaran buddha. NSI selalu dapat mengatasi krisis karena selalu mampu menahan diri)

339. Sraddha:keimanan (Dalam agama buddha NSI adalah sungguh-sungguh melaksanakan gongyo berdasarkan sraddha; percaya pada hukum gaib Nammyohorengekyo; percaya adanya sifat kebuddhaan yang dimiliki seluruh makhluk hidup, berarti memandang semua orang dengan sikap adil yang tidak memihak; percaya kepada hukum sebab akibat yang mutlak; percaya adanya martabat kejiwaan yang sesungguhnya, rasa hormat terhadap segala-galanya sebagai hakikat dari hukum gaib)

340. Hiyu toku ge no koto: berdasarkan perumpamaan memperoleh pengertian

341. Issyin tai-e: percaya yang akhirnya berubah menjadi prajna

342. Issyin toku nyu: dengan percaya dapat memasuki dan memperoleh prajna

343. Juji soku kanjin: menerima adalah mudah, mempertahankan adalah sukar, namun di dalam mempertahankan itulah terletak kesadaran

344. Tobun kasetsu: menuju tahap yang lebih maju daripada tahap sebelumnya

345. Hendoku Yaku: Merubah racun menjadi obat

346. Tenju Kyoju: Karma berat diterima dengan ringan

347. Shishu: Empat kelompok umat {1.(Bhikkhu, Bhikkhuni, Upasaka, Upasika); 2.(Kelompok pembangkit – Hokishu; Kelompok pengaruh – Eikoshu; Kelompok sesuai bakat – Tokishu; Kelompok penjalin jodoh – Ketsu-enshu)}

348. Gozoku: lima kekeruhan (kekeruhan kalpa, kekeruhan umat manusia, kekeruhan hawa nafsu, kekeruhan pandangan, kekeruhan jiwa)

349. Shitei Funi: Guru dan murid yang tidak mendua

350. Jido Bonpu: Mempertunjukkan kesetaraan sebagai manusia biasa

351. Hossyo Syinnyo no Miyako: Ibu kota kesadaran sejati (jiwa buddha yang terdapat pada dasar jiwa manusia biasa/sumber kebahagiaan yang mutlak bukanlah burada di luar jiwa manusia, melainkan di dalam jiwa manusia)

Sumber: Buku prajna pundarika, buletin, samantabadra, (terbitan NSI) serta icinen sanzen tahun 1982, 1985

———————————–

Karena hukum-nya gaib,

maka manusianya berbudi luhur,

karena manusianya berbudi luhur,

maka tanahnya menjadi subur….

(Surat balasan kepada Nanjo Tokimice)

Ichinen Sanzen, Kanjin No Honzonsho, Sanju Hiden Sho

Ichinen Sanzen

Pengertian ichinen secara kasar/garis besarnya adalah kurun waktu yang amat singkat, bahkan jauh lebih cepat daripada waktu yang diperlukan untuk menjentikkan ibu jari dengan jari tengah. Sedangkan sanzen adalah 3000 gejala.

Maka ichinen sanzen adalah keadaan jiwa kita dalam kurun waktu yang amat singkat yang dapat mewujudkan ke 3000 gejala.

Kemudian ichinen sanzen dibagi menjadi 6 aspek:

  1. Ichinen yang mencakup Shiki Shin Funi, artinya keadaan jiwa yang sebagaimana terwujud pada jasmaninya dan keadaan jasmaninyapun mempengaruhi rohani
  2. Ichinen sumber karma baik dan karma buruk, artinya karma yang dibuat baik dari badan, mulut ataupun pikiran tergantung ichinen kita dan ini yang membuat/menentukan nasib kita
  3. Ichinen yang mencakup Esho Funi, artinya merubah lingkungan dengan cara merubah jiwa kita sendiri
  4. Ichinen mencakupi In ga Guji, artinya ketentuan nasib adalah kumpulan hal-hal yang dilakukan pada waktu-waktu saat ini
  5. Ichinen kepercayaan kepada gohonzon, artinya dengan hati yang sungguh-sungguh percaya kepada gohonzon maka kita dapat mewujudkan ke 3000 gejala
  6. Ichinen adalah Nammyohorengekyo yang terletak ditengah-tengah gohonzon, artinya huruf Nammyohorengekyo pada gohonzon mewujudkan/menggambarkan ichinen, sedangkan nama-nama boddhisatva yang terdapat pada gohonzon menggambarkan ke 3000 gejala.

Tapi keenam hal tersebut bukan berdiri sendiri-sendiri, melainkan satu kesatuan yaitu ichinen sanzen atau merupakan hukum-hukum yang berlaku dalam alam semesta.

Kanjin No Honzonsho

Empat makna dari Kanjin No Honzonsho adalah:

  1. Waktu (Ji), yaitu waktu munculnya sang buddha
  2. Perilaku (O), yaitu perilaku sang buddha yang sesuai dengan bakat manusia
  3. Bakat (Ki), yaitu bakat manusia yang merasakan kemunculan sang buddha
  4. Hukum (Ho), yaitu hukum yang dijelaskan oleh sang buddha

Peralihan zaman dalam pelaksanaan hukum agama buddha

Perubahan bentuk pelaksanaan agama buddha pada setiap zaman dan yang membagi ketiga zaman syoho, zoho dan mutakhir dharma (teori kelima 500 tahun)

  1. 500 tahun awal zaman syoho disebut Gedatsu Kengo
  2. 500 tahun akhir zaman disebut Zenjo Kengo
  3. 500 tahun awal zaman Zoho disebut Dokuju Tamon Kengo
  4. 500 tahun akhir zaman Zoho disebut Tazo Toji Kengo
  5. Dan 500 tahun awal zaman Mutakhir dharma disebut Tojo Gonsyo

Keterangan:

  • Gedatsu Kengo berarti pada zaman itu pasti banyak orang-orang yang menjalankan pertapaan agama buddha, sehingga banyak orang-orang yang mencapai kesadaran (Gedatsu). ‘Kengo’ itu berarti kokoh, perkasa, dan pasti.
  • Zenjo Kengo adalah zaman dimana orang-orang giat dalam pertapaan meditasi untuk menenangkan hati melalui ajaran mahayana, sehingga pada zaman ini tersebarlah ajaran semi mahayana dan muncul guru-guru besar agama buddha, seperti Tenjin dan lain-lain
  • Dokuju Tamon Kengo adalah zaman ajaran yang mengutamakan pembacaan sutera dan mendengarkan khotbah-khotbah.
  • Tazo Toji Kengo adalah zaman dimana orang-orang mendirikan banyak menara dan kuil atau dapat dikatakan sebagai suatu zaman dimana orang-orang lebih mementingkan segi luar dan formalitas daripada kesempurnaan isi berupa penuntutan agama buddha dan usaha pertapaan
  • Tozo Gonsyo adalah zaman dimana agama buddha mengalami kemunduran, oleh karena paham yang mengutamakan formalitas atau pun pembangunan menara dan kuil dari zaman Zoho, maka para penganut agama buddha menjadi lupa akan tujuan kepercayaan yang murni dan dikuasi oleh keinginan jahat untuk mencapai nama biak dan keuntungan diri sendiri, sehingga agama buddha yang sesungguhnya mulai lenyap dari masyarakat. Berarti zaman yang demikian adalah suatu zaman dimana keadaan jiwa orang-orangnya tidak dapat lagi dibimbing kepada kesadaran yang benar dengan agama buddha. Ini sama halnya dengan mendidik seorang anak, dimana pada waktu kecil anak ini masih dapat menerima kisah-kisah perumpamaan yang sederhana, namun bilamana ia mencapai masa remaja maka ia tidak dapat lagi menerima perumpamaan-perumpamaan seperti itu, bahkan menentangnya.

SANJU HIDEN SHO

BAB I, MENERANGKAN BETAPA SULITNYA UNTUK DAPAT MENDENGARKAN HUKUM ICHINEN SANZEN

BAB II, MENERANGKAN GARIS BESAR ISI KALIMAT

BAB III, MENERANGKAN JUMLAH ANGKA DARI ICHINEN SANZEN

BAB IV, MENERANGKAN WAJAH 3000 YANG DICAKUPI DALAM ICHINEN

BAB V, DENGAN MENERANGKAN PERBANDINGAN ANTARA AJARAN SEMENTARA DAN SESUNGGUHNYA (GONJITSU) UNTUK MENJELASKAN ICHINEN SANZEN

BAB VI, DENGAN MENERANGKAN PERBANDINGAN ANTARA AJARAN BAYANGAN DENGAN BADAN SEBENARNYA (HONMON DAN SYAKUMON) UNTUK MENJELASKAN ICHINEN SANZEN

BAB VII, MENUNJUKAN DAN MENERANGKAN ICHINEN SANZEN DENGAN MEMPERBANDINGKAN HUKUM AGAMA BUDHA PEMBIBITAN DENGAN HUKUM AGAMA BUDHA PEMANENAN

BAB VIII, MENUNJUKKAN ICHINEN SANZEN YANG SESUNGGUHNYA DAN TEORI

BAB IX, MENJELASKAN ALASAN MENGAPA BELUM TERSEBARNYA PADA MASA SHOHO DAN ZOHO

BAB X, MENUNJUKAN PENYEBARLUASAN DHARMA AGUNG PADA MASA MUTAKHIR DHARMA

10 Murid Sang Buddha

Tags

, , , , , , , , , , , ,

10 MURID BUDDHA SAKYAMUNI

  1. SARIPUTRA/Sharihotsu Terunggul dalam kearifan/kebijaksanaan,
  2. MAUDGALYAYANA (Monggalana)/Mokuren Terunggul dalam kekuatan gaib,
  3. KASYAPA/Kassapa/Kasho Terunggul dalam menjalankan pertapaan,
  4. ANANDA/Anan Terunggul dalam penjagaan dharma,
  5. KATYAYANA/Kasenen Terunggul dalam analisa, dan menafsirkan kata-kata buddha,
  6. ANIRUDA Terunggul dalam pemahaman suci,
  7. PURNA/Furuna Terunggul dalam berpidato dan berkhotbah,
  8. UPALI Terunggul dalam menjalankan vinaya dan pantangan,
  9. RAHULA/Ragora Terungggul dalam pembinaan diri,
  10. SUBHUTI/Shubodai Terunggul dalam memahami ajaran kesunyataan.

10 MURID BUDDHA NICIREN DAISYONIN

  1. SHIJO KINGO
  2. NIKKO SYONIN
  3. ABUT CEBO
  4. SENICI AMA
  5. IKEGAMI MUNENAGA
  6. IKEGAMI MUNENAKA
  7. TOKI JONIN
  8. SAIRENBO
  9. SANIBO
  10. DAIGAKU SABUNO

KESURUPAN MENURUT PANDANGAN BUDDHIS

kesurupan

APAKAH KESURUPAN ITU?

Menurut KBBI : kesurupan (kata kerja) didefinisikan sebagai kemasukan (setan, roh) sehingga bertindak yang aneh-aneh. Sedangkan definisi kerasukan, n, adalah kemasukan (roh jahat dan sebagainya); kesurupan.

Menurut kamus Bahasa inggris, kesurupan disebut juga dengan possessed (of a person or their mind controlled by an evil spirit) yang diartikan sebagai seseorang atau pikirannya dikuasai oleh mahkluk jahat.

Menurut Wikipedia, Kesurupan adalah sebuah fenomena di mana seseorang berada di luar kendali dari pikirannya sendiri. Beberapa kalangan mengganggap kesurupan disebabkan oleh kekuatan gaib yang merasuk ke dalam jiwa seseorang.

Dalam dunia psikologi, fenomena kesurupan dikenal dengan istilah “split personality” atau “dissociative identity disorder”. Pengalaman individu terhadap traumatis, kepercayaan, perilaku, pola pikir dan terjadi berulang kali yang mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih kepribadian yang berbeda.

Menurut beberapa agama dan kebanyakan opini masyarakat bahwa penyebab kesurupan dibagi atas 2 bagian yaitu karena:

  1. Masuknya makhluk astral (kasat mata/gaib) kedalam tubuh manusia (gagasan imajinatif kontemplatif)
  2. Faktor manusia itu sendiri akibat stress, lelah, banyak pikiran/banyak masalah.

Tempat kejadian kesurupan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja (baik secara individu atau massal), sebagai contoh:

  1. Di rumah
  2. Di jalan
  3. Di tempat angker
  4. Sekolah/kampus
  5. Tempat ibadah
  6. Taman, Mall, dll

Kejadian-kejadian bila seseorang kesurupan (pada umumnya):

  1. Diluar akal sehat (berteriak, memaki, melotot, menangis, bertindak tidak seperti dirinya sendiri);
  2. Kejang-kejang dan mulutnya berkomat kamit mengeluarkan kata-kata yang maksudnya sulit untuk di mengerti;
  3. Suara yang berbeda, tangan orang yang kesurupan akan mengepal keras, gigi merapat keras, kekuatan dan tenaganya berlipat ganda.

Fenomena kesurupan atau kerasukan adalah fenomena yang biasa dialami oleh masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara selain Indonesia (dari berbagai belahan bumi). Terdapat aliran/sekte buddhis yang mempercayai juga bahwa fenomena kesurupan dapat dimasuki oleh makhluk lain kedalam tubuh seseorang. Makna “kesurupan” secara sederhana adalah menerima getaran-getaran atau gaya-gaya batin dari luar dan secara utuh mempengaruhi/mengalahkan batin si pemilik tubuh. Orang yang kesurupan dapat terjadi berulang kali, tidak hanya dialami sekali saja dalam hidup, tetapi juga ada yang menahun (misal, momen setiap bulan purnama, setiap akhir bulan, momen acara ritual, setiap banyak kesulitan/masalah). Bahkan dapat dikatakan juga dapat menular, ada satu yang kesurupan, yang lain juga ikut kesurupan.

Menurut pandangan buddhis (khususnya Mahayana), Kesurupan adalah sebuah fenomena di mana seseorang berada di luar kendali dari pikirannya sendiri. Kesurupan adalah proses melemahnya kesadaran diakibatkan karena kurangnya tingkat kesadaran dan kemawasan diri. Kesurupan dapat terjadi karena aspek psikologis dan sistem keyakinan. Fenomena ini bukanlah peristiwa roh manusia keluar dari jasmani kemudian digantikan dengan roh lain atau disisipkan. Untuk menghindari dari kesurupan yang tidak diinginkan dapat ditempuh dengan cara memperbanyak perbuatan baik “kusala kamma” dan menjalankan delapan ruas berunsur delapan (panna, sila, Samadhi) agar aura tetap cemerlang seperti sediakala.

  • Orang-orang yang memiliki kesadaran lemah akan mudah kesurupan, orang yang kesadarannya kuat akan sulit bahkan tidak mungkin kesurupan
  • Faktor lainnya adalah perasaan bersalah (guilty feeling), orang-orang yang memiliki penyesalan tinggi akan mudah menjadi terlena sehingga mudah mengalami kesurupan.

Mengapa terjadi ?
Karena pikiran/kesadaran manusia yang lemah. Selama pikiran/kesadaran manusia tinggi dan terkendali maka tidak akan terjadi fenomena ini. Perasaan yang meluap-luap seperti kemarahan, kesedihan, keharuan, depresi merupakan salah satu faktor melemahnya kesadaran manusia. Oleh karena itu tidak heran jika kita juga menemukan fenomena ”kerasukan” ini dirumah-rumah ibadah, dan biasanya terjadi pada saat acara/kegiatan yang menciptakan kondisi sehingga perasaan yang meluap-luap tersebut timbul.

Umumnya orang yang sudah lelah setelah bekerja seharian, banyak kesulitan/masalah. Saat itulah banyak orang melamun, teringat akan apa yang telah terjadi. Dalam kondisi badan lelah dan pikiran yang terus bergentayangan/banyak pikiran, ditambah lagi suasana di lingkungan yang kurang mendukung, mudah membuat orang terlena, kesadarannya menurun dan bawah sadarnya bisa naik.

Istilah roh tidak umum dipergunakan dalam Buddhism. Dalam pandangan Buddhism di dalam kehidupan terdapat banyak jenis makhluk, ada yang nampak maupun tidak nampak dengan mata telanjang atau mata biasa (alam peta, 31 alam kehidupan). Dalam pandangan Buddhisme, apa yang dimaksud dengan makhluk adalah perpaduan dari jasmani, batin dan badan pokok. Jasmani dan batin tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Dharmakaya, Nirmanakaya, Sambogakaya – Kutai, Ketai, Cutai – Koe, Ke, Cu – So, Syo, Tai). Tidak ada bagian dari jasmani manusia yang ”kosong” dari batin/kesadaran manusia itu sendiri. Dengan demikian tidak ada yang namanya atau peristiwa roh manusia keluar dari jasmani kemudian digantikan dengan roh lain atau disisipkan seperti di film-film horor.
Pertanyaan mengenai fenomena kesurupan/kerasukan adalah “Apakah setan atau roh dapat memasuki tubuh kita dan mempengaruhi pikiran dan kekuatan kita?” Jawabannya sederhana. TIDAK! Seperti yang telah umat Buddha ketahui dan pahami, bahwa setan, hantu, roh, atau apapun itu TIDAK dapat memasuki tubuh kita karena mereka adalah makhluk yang terlahir di alam rendah.

Cara menangani/menyembuhkan orang kesurupan:

  1. Beberapa agama menggunakan mantera atau bacaan tertentu
  2. Adapula dengan memberikan minum atau disiram air
  3. Contoh: Bagi pemain kuda lumping yang mengalami kesurupan, untuk mengembalikan kesadarannya mengunakan pecutan dengan cara dicambuk untuk kembali sadar.

Cara menangani/menyembuhkan orang kesurupan dari pandangan buddhis:

  1. Bila tidak menyiksa diri, biarkan orang tersebut sampai dia merasa lelah/capek, umumnya fenomena kesurupan terjadi tidak berlangsung lama (< 1 jam). Bila menyiksa diri alangkah baiknya, kita pegang tangan dan kakinya atau bagian tubuhnya untuk memunculkan kesadaran.
  2. Saat ada orang yang mengalami kesurupan, banyak yang menjadi takut karena berpikir bahwa orang yang kesurupan sedang dikuasi oleh roh jahat, mahluk halus, para leluhur atau para dewa. Sebenarnya fenomena ini tidak perlu ditakuti karena fenomena ini dapat dengan mudah disembuhkan. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah jangan bersikap kasar pada orang yang sedang kesurupan sehingga tidak memicu dia untuk memberontak atau berbalik bersikap kasar pada kita. Cukup pegang tangannya atau kakinya atau bagian tubuhnya. Pijatlah dengan lembut tangan atau kaki atau bagian tubuh yang lainnya. Membuka kepalan tangannya hingga terbuka jari-jarinya lurus. Tujuannya adalah untuk mengembalikan kesadaran orang tersebut. Jika cara tersebut tidak mempan. Pijat dengan keras sela antara jempol dan telunjuk jari. Jika sela ini dipijat dengan keras, akan menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit tersebut akan bisa menyadarkan dia. Pijat juga ujung jempol kaki kanannya. Jika yang bersangkutan masih kesurupan kembali, pijatlah berulang kali hingga orang tersebut menjadi benar-benar sadar. Berikan air minum dan coba atur pernafasannya.

Kesadaran dapat di muncul kan dengan mengatur keadaan jasmani kita (pengaturan pernafasan, posisi tubuh yang rileks dan menyadari waktu bergerak), mengatur kondisi bathin/perasaan (perasaan senang, perasaan sakit, perasaan netral/seimbang), dan selalu menjaga pikiran kearah yang positif.

Info: Tujuh (7) jenis gangguan syaraf yang dapat diasosiasikan dengan kesurupan yang tidak disengaja. Gangguan Syaraf ini antara lain:

1. Sindrom Gilles de la Tourette
= Sebuah penyakit kerusakan otak yang dicirikan dengan keluarnya kata-kata tabu secara tidak terkendali dan begitu mudahnya orang tersebut mengulangi kata-kata orang lain (latah) serta gerakan yang tak terkendali.

2. Epilepsi
= Sebuah penyakit yang disebabkan pelepasan listrik berlebihan di otak dan dicirikan kejang mendadak (sawan).

3. Gangguan Identitas Disosiatif = Disebut juga Kepribadian Ganda (MPD). Kemungkinan disebabkan oleh perubahan arah aliran darah di otak atau volume hippocampus dan amygdala yang kecil di otak. Dicirikan perubahan kepribadian seseorang menjadi orang dengan identitas berbeda.

4. Schizophrenia
= Perbedaan kimiawi otak yang berakibat pada pecahnya hubungan antara kemampuan kognitif dengan emosional. Akibatnya penderita tidak memiliki basis logika untuk tindakannya. Walaupun emosinya tidak dapat diprediksi, seorang schizo dapat sangat cerdas karena kemampuan kognitifnya tidak dipengaruhi oleh emosi.

5. Psikosis
= Kerusakan otak / penyalahgunaan narkotika yang berakibat pada pecahnya hubungan antara dunia nyata dan imajinasi. Merupakan gejala paling umum ditemukan di masyarakat. Seseorang dapat merasa dirinya di dunia nyata padahal sedang berkhayal, begitu juga sebaliknya.

6. Histeria = Reaksi emosional negatif atau ketakutan berlebih yang semakin menjadi-jadi, baik secara individu maupun massal. Hal ini disebabkan kesamaan pengalaman terutama trauma yang terjadi pada kelompok (jika massal) atau munculnya pemicu ingatan terhadap trauma di masa lalu. Paling banyak terjadi pada perempuan.

7. Mania = Reaksi emosional positif atau kegembiraan berlebih yang semakin menjadi-jadi. Tidak diketahui apakah dapat bersifat massal atau tidak. Pemicu utama mania adalah insomnia atau kesulitan tidur.

Hal-hal yang cukup menjadi perhatian terhadap fenomena kesurupan:

  1. Ajang mencari rejeki. Cth: Oknum yang mengaku bisa kesurupan/kerasukan apapun sesuai order. Kemasukan dewa-dewi, seperti kemasukan dewi kwan im, kongco, raja, para leluhur dan lainnya
  2. Pemahaman yang salah serta mengagungkan orang pintar/dukun /Tangsin sebagai penyembuh seseorang kesurupan. Semua orang pada dasarnya dapat menyembuhkan/membantu bila ada fenomena kesurupan.

Semoga bermanfaat

Pertanyaan yang sering ditanya non-buddhis

definisi?

  1. Agama Buddha itu apa sih? Agama buddha adalah agama kesadaran. Agama buddha mengajarkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Agama buddha memberikan perombakan sifat jiwa dalam sikap/perilaku dan memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan. Agama buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat, tiada sesuatu yang muncul tanpa alasan. Berusaha selalu berpikir positif terhadap kondisi yang dialami/dihadapi.
  2. Kok banyak sekali aliran/sekte agama buddha di Indonesia? Yang terbaik yang mana? Yang diakui pemerintah kurang lebih ada 14 aliran/sekte yang tergabung dalam Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) serta ada juga PERMABUDHI. Bicara yang terbaik tergantung persepsi masing-masing. Masing-masing aliran mempunyai keyakinan tersendiri terhadap ajaran yang dipahami, yang terpenting dapat menerapkan ajaran buddha dalam diri sendiri dan bermanfaat bagi keluarga, lingkungan serta negara (tanah air) dan sebagainya.
  3. Apa saja 14 aliran/sekte yang ada di WALUBI? PBDNSI, MAPANBUMI, MAJUBUTHI, PSBDI, KASOGATAN, MATRISIA, MAHABUDHI, LKBI, MAJUBUMI, Madha Tantri, MAJABUDTI, MAJABUMI TS, MBMI, MABGI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di website walubi.or.id atau data di kementerian agama RI.
  4. Meditasi dalam agama buddha seperti apa sih? meditasi disebut juga samadhi, yaitu pemusatan pikiran atau konsentrasi terhadap suatu hal. Meditasi dalam agama buddha kebanyakan yang dilihat/diyakini adalah dengan posisi bersila dan memejamkan mata. Meditasi dalam agama buddha juga berbeda-beda, tergantung dengan sekte/aliran, ada meditasi duduk, gerak, berjalan, bersuara. Inti dari meditasi adalah memusatkan pikiran/konsentrasi terhadap suatu hal.
  5. TUHAN agama buddha apa sih/siapa sih? jawaban dapat dilihat dari blog/web ini mengenai konsep ketuhanan atau pertanyaan mengenai tuhan.
  6. Apakah semua tempat ibadah umat buddha selalu berwarna MERAH? tidak selalu, tergantung aliran/sekte. Warna merah umumnya digunakan oleh umat buddha Tridharma. Warna Krem atau coklat atau warna alami juga sering digunakan untuk vihara aliran/sekte tertentu.
  7. Kok ada patung/rupang buddha berbeda-beda, ada yang seperti rambut melingkar dan seperti topi/rambut keatas? Ya. Ada rupang/patung seperti rambut melingkar umumnya dari Tiongkok atau jepang, tetapi rupang/patung dari Thailand/srilangka seperti topi/cuncungan. Pembuatan rupang/patung banyak dilakukan pada 1000 – 2000 tahun setelah buddha sakyamuni moksya/meninggal.
  8. Apakah agama buddha mengajarkan vegetarian? Ya, ada beberapa aliran/sekte mengajarkan vegetarian, tetapi tidak diharuskan. Tidak semua umat buddha melakukan vegetarian/cia cai.
  9. Apakah umat buddha menyembah patung/rupang? Umat buddha tidak menyembah patung/rupang, rupang/patung tersebut hanya sebagai simbol saja. Tanpa rupang/patung buddha umat buddha dapat melakukan sembahyang/doa. Untuk informasi saja, tidak semua aliran/sekte agama buddha menggunakan patung/rupang sebagai objek pemujaan, ada juga yang berupa tulisan, gambar atau foto. Kok ada beberapa Wihara yang banyak patungnya? Patung yang banyak itu biasanya di Bio/klenteng bukan Wihara, aliran agama buddha Tridharma terkadang masih berdoa juga disana (aliran lainnya tidak), di Theravada atau buddhayana biasanya hanya patung buddha Sakyamuni, di Niciren Syosyu menggunakan tulisan tangan yang disebut Gohonzon (tidak berupa patung/rupang).
  10. Apakah umat buddha menghormati umat beragama orang lain? Ya, sangat menghormati.
  11. Apakah ada syarat-syarat untuk menjadi seorang buddhist? kalo di islam dengan menyebut kalimat syahadat, di kristen dibaptis ? kalo di buddha ? Sebenarnya tidak ada syarat untuk menjadi seorang buddhist, percaya agama buddha, jalankan ajaran buddha, belajar dan praktikan ajaran dalam kehidupan sehari-hari. 3 hal (percaya, laksanakan, belajar) sudah mencerminkan sebagai umat buddha. Tetapi ada beberapa aliran/sekte yang memberlakukan tata cara tertentu sebagai syarat untuk menjadi buddhist, tetapi tidak mengikat (boleh dilakukan, tidakpun tidak masalah).
  12. Apakah dibolehkan berdoa untuk wanita di masa menstruasi/haid? Sangat dibolehkan, berdoa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Tidak ada kata dilarang meskipun sedang masa haid, tidak dikatakan kotor, hal tersebut adalah hal yang wajar pada seorang wanita. Kotor atau tidak kotor dalam agama buddha adalah perbuatan/tindakan yang dilakukan sehari-hari, apakah mencerminkan tindakan yang buruk/tidak baik ataukah tindakan yang baik/bijak.
  13. Kenapa ya, agama buddha adem ayem di Indonesia? jarang sekali terjadi konflik? Pada umumnya, masyarakat/orang-orang menyimpulkan agama buddha di Indonesia adem ayem/biasa-biasa aja. Konflik pasti terjadi dalam suatu organisasi, baik itu organisasi keagamaan atau lembaga. Terjadinya konflik umumnya terjadi didalam agama buddha itu sendiri (tidak meluas), untuk konflik di luar organisasi keagamaan umumnya jarang terjadi, bila terjadi pun, dikarenakan oknum tertentu yang melakukan tindakan/perbuatan yang tidak sesuai ajaran sang buddha atau memiliki tujuan-tujuan tertentu.
  14. Apakah dibolehkan umat non-buddhist bermain/berkunjung divihara atau bahkan berdoa di vihara? untuk berkunjung/bermain atau sekedar ingin tahu sangat dibolehkan/tidak ada larangan. untuk berdoa divihara, ada beberapa vihara membolehkan adapun yang tidak diperbolehkan, tergantung aliran/sekte. walaupun diperbolehkan itu pun tidak diruangan untuk sembahyang/meditasi.
  15. Apakah umat buddhist diperbolehkan menyumbang untuk organisasi keagamaan lain selain buddha? misalnya pembangunan masjid atau gereja, ataupun untuk yayasan serta pondok pesantren? Sumbangan/Dana paramita tergantung dari pribadi masing-masing, inti berdana adalah memutuskan sifat keserakahan diri sendiri dan memberikan kebahagiaan untuk orang banyak. Beberapa organisasi keagamaan buddha ada yang membolehkan adapun yang tidak diperbolehkan. Kesimpulan penulis dalam hal ini, dapat dikatakan 50:50 dalam hal menyumbang untuk organisasi keagamaan lain.
  16. Apakah umat buddha juga berpuasa (uphosata – pali)? Ada yang iya ada juga yang tidak (tidak mengikat/tidak diharuskan) – tergantung pula pada aliran/sekte. Puasa dalam agama buddha berbeda dengan puasa yang dilakukan umat Islam. Dalam agama buddha, lebih dikenal dengan latihan delapan aturan kemoralan (Atthasila). Dapat dilakukan kapanpun walaupun ada pula yang melakukan puasa pada tanggal 1, 8, 15 dan 25 pada penanggalan lunar.
  17. Apakah umat buddha melakukan bakti sosial? Tentu Saja, selain bakti sosial/kerja bakti, juga melakukan kegiatan rutin seperti donor darah di seluruh indonesia (khusus umat NSI – Donor darah dilakukan disetiap kota di Indonesia) dan juga sebagai pendonor mata bila ada umat yang meninggal.
  18. Kenapa ya, umat Buddha di Indonesia saat ini masih sedikit dibandingkan Islam dan Kristen? Ya, saat ini jumlah umat Buddha khususnya di Indonesia masih terbilang rendah dibanding umat Islam dan Kristen. Tetapi di dunia, agama buddha adalah agama yang banyak dianut dan termasuk dalam 5 agama besar dalam hal penganut/pemeluk. Agama Buddha adalah agama kesadaran dan agama itu adalah pilihan pribadi  masing-masing tanpa paksaan, sesuai akar bakat atau pola pikir, sesuai pengetahuan serta adat istiadat. Umat buddha tidak mengajak orang lain untuk menjadi umat buddha, selain hak/pilihan dalam beragama juga kesadaran orang tersebut dalam menerima ajaran (saat ini (umumnya), umat buddha di Indonesia  adalah umat yang berasal dari anak, saudara serta kerabat). Kuantitas tidak terlalu diprioritaskan dalam agama buddha, tetapi kualitas dan penerapan hal positif dalam kehidupan sehari-hari yang diutamakan.
  19. Kenapa umat buddha kalo berdoa pakai Hio/Shio ? Hio/Shio merupakan pelengkap saja (bagian dari Tata Cara). Tanpa hio/shio pun berdoa tetap dapat dilakukan. Jenis-jenis hio/shio pun beragam ada yang panjang dan pendek, ada yang wangi ada juga yang tidak wangi.
  20. Kenapa di Vihara kadang-kadang ada lilin yang besar sekali? Maknanya apa? Ya, ada beberapa Vihara yang menggunakan lilin besar umumnya Tridharma. Lilin besar atau kecil sebenarnya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai penerangan pada diri sendiri ataupun keluarga (orang terdekat) dalam menjalani kehidupan, makna lainnya bisa simbol dari semangat, menebar manfaat bagi lingkungan sekitar serta ada juga mengartikan tidak ingin redup dalam usaha. Apakah tidak sayang membakar lilin sebesar itu? Ya, bila ditinjau dari harga, lilin itu bervariasi dalam hal harga ada yang 1000 bahkan ada yang 30 jutaan, memang alangkah baiknya lilin besar itu dapat digunakan untuk kepentingan lain yang lebih baik/bermanfaat. Apakah klenteng dan bio merupakan tempat ibadah agama buddha? tempat ibadah agama buddha biasanya kuil, wihara dan cetya. untuk klenteng dan bio biasanya digunakan umat khong hu cu dan tao, ada juga umat buddha tridharma yang menggunakan klenteng atau bio.
  21. Kok jarang sekali bahkan tidak pernah saya lihat, umat buddha berDEMO? Ya, memang umat buddha hampir tidak pernah melakukan aksi DEMO. Biasanya aksi demo yang dilakukan umat buddha berbeda yaitu kearah aksi yang lebih positif yaitu aksi jalan sehat, bakti sosial serta donor darah.
  22. Apakah ajaran agama buddha dan hindu itu sama ataukah berbeda? Bila dari segi ajaran tentu saja berbeda walaupun terdapat konsep yang sama, agama buddha dan hindu memang berasal dari sama-sama golongan arya dharma.
  23. Apa sih warna jubah untuk bhikhu/i? Warna jubah umumnya saffron (oranye kekuning-kuningan) tetapi tergantung juga negara yang disesuaikan dengan adat atau terkait kesopansantunan, ada juga jubah warna merah, putih dan abu-abu dan hitam. Semua jubah memiliki makna masing-masing.
  24. Apakah ada tempat/tanah suci dalam agama buddha? Misalnya islam ke Mekkah atau kristen ke Jerusalem? Tidak ada, Dalam agama buddha umumnya tidak berpandangan/berpikir demikian, tanah suci atau tanah kotor dalam agama buddha tergantung dari penggunaannya, apakah penggunaannya untuk hal-hal yang baik atau hal-hal yang buruk. Misalnya, ada bangunan tidak terpakai tetapi digunakan untuk tempat ibadah seperti Vihara, dapat juga dikatakan bahwa ditempat itu/tanah itu menjadi tempat suci/tempat yang baik, dan sebaliknya misalnya dulunya tempat ibadah tetapi banyak digunakan untuk tempat berjudi dan bergosip, maka tempat itu dapat dikatakan sebagai tempat yang kotor/kurang baik. Secara umum, umat buddha hanya berkunjung ketempat-tempat yang bersejarah (dharmayatra) seperti tempat kelahiran, tempat pencapaian kesadaran buddha atau tempat meninggal/moksyanya sang buddha, tetapi tempat itu tidak dikatakan sebagai tanah suci.
  25. Banyak beredar skripsi/tesis mengenai riset/penelitian mengenai agama buddha? yang membuat non-buddhis, apakah bahan tersebut benar adanya? apakah penelitiannya berdasarkan kajian ilmiah beserta praktik/kunjungan ke Vihara? Ya, banyak/sebagian besar hasil skripsi/tesis/disertasi mengenai agama buddha dikaji berdasarkan buku, jurnal dan literatur dari internet bahkan bersumber dari instruksi pembimbing/supervisor. Memang kenyataannya untuk tanya jawab dan keingintahuan mengenai ajaran secara wawancara/kunjungan serta angket jarang sekali dilakukan. Rata-rata penelitian dilakukan melalui kajian literatur. Kebenaran/keabsahan dari content/isi skripsi/tesis perlu ditelaah lebih mendalam lagi, karena isi tergantung dari pemaparan si penulis dan persetujuan pembimbing. Untuk melihat atau mencari tahu lebih detail mengenai skripsi/tesis/disertasi agama buddha yang cukup valid dapat ditemui di STAB (Sekolah Tinggi Agama Buddha). Untuk ajaran mahayana khususnya ajaran Niciren Syosyu terdapat di STAB Samantabadra.
  26. Mengapa di dalam agama buddha, bila meninggal ada yang dikubur ada juga yang di bakar/kremasi? Apakah kremasi lebih baik dilakukan dibandingkan dikubur/dimakamkan? Dalam agama buddha, bila seseorang meninggal dapat dengan cara dikubur/dikremasi, terkadang seseorang sebelum meninggal menghendaki dikubur, ada juga yang menghendaki di kremasi saja, terkadang kebijakan dari pihak keluarga besar yang memutuskan untuk dikubur/dikremasi. Dua hal tersebut (dikubur – dikremasi) diperbolehkan dalam agama buddha. Mengenai manakah yang terbaik antara dikubur/dikremasi, dalam agama buddha keduanya baik. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
  27. Apakah kelebihan dan kekurangan dikubur/dimakamkan dengan dikremasi/dibakar? Secara umum, kelebihan dari dimakamkan adalah pihak yang ditinggalkan/keluarga mendiang dapat datang/berkunjung ke kuburan, dapat berdoa, membersihkan, dan selalu ingat dengan mendiang. Kekurangannya adalah terkadang dari pihak keluarga saling iri/membicarakan satu sama lain untuk membersihkan kuburan. Kelebihan kremasi adalah pihak keluarga mendiang cukup mendoakan seseorang yang sudah meninggal, tidak menambah lahan untuk pemakaman. Kekurangan kremasi, terkadang pihak keluarga mendiang ingin mengingat kembali/kangen mengenai sosok yang sudah meninggal, terpikir untuk datang bila ada kuburannya. Biaya kremasi yang cukup mahal juga salah satu kekurangan kremasi serta tempat untuk kremasi/krematorium masih sedikit dan membutuhkan jarak yang cukup jauh.
  28. Apa sih arti Namo Buddhaya yang sering saya dengar saat ceramah/diskusi/awal pertemuan/bertemu sesama umat buddha/dll? Di Indonesia, Namo buddhaya adalah ucapan salam dalam agama buddha, artinya terpujilah sang buddha. Makna Namo Buddhaya sendiri adalah penghormatan seseorang terhadap sang buddha yang telah merealisasikan pencerahan agung, ungkapan ini umumnya digunakan sebelum membabarkan dharma. Saat ini salam umum yang digunakan adalah Sotthi hotu: berarti semoga kesejahteraan ada pada Anda/-sekalian. Tetapi pada umumnya salam dalam agama buddha seperti biasa, dengan menyebut selamat pagi, selamat siang, selamat sore dan selamat malam.
  29. Apa saja simbol-simbol agama buddha? Simbol agama buddha dapat berupa Arca Buddha, Stupa, Cakra (melambangkan jalan mulia berunsur delapan), Bunga teratai (melambangkan kesucian dan sebab akibat), pohon bodhi (melambangkan penerangan sempurna/kesadaran buddha), jejak kaki buddha (lambang kehadiran buddha untuk mengajarkan dharma di dunia), bendera buddhis (biru, kuning, merah, putih, jingga), Swastika (lambang kebaikan, keuntungan, kebahagiaan, kesejahteraan, dan panjang umur; artinya menjadi baik) .
  30. Apakah mengucapkan salam untuk agama selain buddha diperbolehkan, sebagai contoh Assalamualaikum wr.wb, Shalom, Om swastiastu, Wei De Dong Tian, dll? Tentu boleh, tidak dilarang. Bagaimana dengan mengucapkan selamat hari raya kepada umat non-buddhis, apa juga diperbolehkan? Tentu boleh, juga tidak dilarang dan belum ada aturan spesifik mengenai hal tersebut. Umat buddha mengucapkan selamat natal, selamat idul fitri, selamat hari raya nyepi dan selamat hari raya imlek merupakan hal yang wajar yang merupakan salah satu bentuk dari kerukunan antar umat beragama/toleransi, karena bagi umat buddha tidak mengganggu keimanan dan keyakinan terhadap ajaran.

Pertanyaan-pertanyaan seputar NSI (part 2)

  1. Apakah di Agama Buddha NSI doanya/sembahyangnya sebulan sekali? Tidak sebulan sekali, umat NSI biasanya melakukan sembahyang 2 x sehari (pagi dan sore)
  2. Sembahyangnya/doanya bagaimana? Doa dalam NSI biasa disebut dengan DAIMOKU dan GONGYO
  3. Apa itu DAIMOKU ? Daimoku adalah menyebut mantera agung yaitu Nammyohorengekyo berulang-ulang
  4. Apa itu GONGYO? Gongyo adalah membaca sutera (paritra) sang buddha (Sadharmapundarika sutera bab-2 dan bab-16). Arti harfiah Gongyo adalah pelaksanaan yang tekun.
  5. Apakah doa/sembahyangnya lama? Tergantung, untuk Daimoku tidak dibatasi, boleh 5 menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam (kapan saja). Sedangkan Gongyo dilakukan 2x yaitu pagi hari kurang lebih 20-40 menit dan gongyo sore 15-30 menit.
  6. Bagaimana bentuk buku paritra yang digunakan NSI? Isinya apa saja? NSI sudah menerbitkan beberapa Buku Paritra, substansi/ isinya sama (hanya pembaharuan), Selain berisi Bab ke-2 dan Bab ke-16 Sadharmapundarika Sutera, di dalam buku paritra terdapat panduan/tata laksana Gongyo, Sikap Gongyo dan Daimoku, Perlengkapan Upacara, juga ada Arti/terjemahan dalam Bahasa Indonesia.                     WhatsApp Image 2023-04-06 at 13.47.25
  7. Bagaimana salam agama buddha NSI, apakah menyebut Nammyohorengekyo? Salam agama Buddha seperti biasa dengan menyebut Selamat pagi, selamat siang, selamat sore dan selamat malam. Nammyohorengekyo bukan salam dalam NSI (hanya digunakan di awal untuk memunculkan semangat dan kesungguhan hati).Kok berbeda dengan yang saya ketahui, biasanya Sotthi Hotu/Namobuddhaya? Ya, berbeda. Namobuddhaya biasanya salam untuk beberapa aliran/sekte agama buddha, khususnya Theravada.
  8. Apakah bila sampai Vihara/cetya/kuil selalu Namaskara? Dalam sekte/aliran Niciren Syosyu disebut Sansyo bukan Namaskara. Sansyo yaitu menyebut Nammyohorengekyo 3x dengan posisi tangan anjali dan kaki bersimpuh/bersila. Sansyo juga dilakukan dirumah sendiri atau rumah umat, baik datang maupun pulangnya.
  9. Apakah kebaktian/pertemuan dilakukan 1 bulan sekali? Tidak satu bulan sekali, hampir setiap hari ada kegiatan/pertemuan/kebaktian. Umumnya kebaktian/pertemuan dilakukan 1-2 x dalam seminggu.
  10. Apa saja jenis kebaktian/pertemuan dalam NSI? Ada Pertemuan Gosyo, pertemuan cabang, pertemuan anak cabang, pertemuan ranting, pertemuan pria, pertemuan wanita, pertemuan lanjut usia, pertemuan Generasi Muda, pertemuan anak-anak, pendalaman Gosyo, pelajaran koordinator, kensyu, pertemuan DPD dan DPW, dll.
  11. Apakah benar, di Vihara/cetya/kuil NSI tidak ada rupang/patung? Ya. Benar.
  12. Kenapa tidak ada rupang/patung? Di Vihara NSI, Gohonzon merupakan objek pemujaannya. Sarana/jodoh untuk memunculkan jiwa buddha (kesatuan antara hukum dan manusia). Perwujudan sang buddha pun sudah terdapat didalam Gohonzon (Buddha Sakyamuni-Buddha Prabhutaratna).
  13. Apakah isi dari Gohonzon/Apakah Gohonzon itu? Gohonzon adalah objek pemujaan yang mendasar/yang termulia/yang terhormat. Isi atau gambaran dapat di lihat di link web ini (diagram wajah gohonzon). umumnya ditulis dalam sehelai kertas ada pula dari batu dan kayu. Gohonzon dari sandaihiho.
  14. Apakah di NSI belajar sutera selain sadharmapundarika sutera? Secara umum belajar juga sutera lain sebagai pelengkap. Dalam gosyo-gosyo Niciren Daisyonin banyak juga mengutip dari sutera selain sadharmapundarika sutera, sebagai contoh sutera nirvana, avatamsaka, srimala, agam, dhammapada dll.
  15. Dari informasi, Apakah tempat berkumpulnya umat sebulan sekali (kensyu) di daerah Bogor – Megamendung? Saat ini, umat NSI tidak di Megamendung, Tetapi di Desa Sukaluyu, Taman Sari Kab. Bogor (Mahavihara Saddharma NSI). Secara teknis, Megamendung adalah milik umat NSI, walaupun saat ini statusnya digunakan oleh pecahan NSI.
  16. Apakah di Megamendung tidak digunakan? Masih digunakan oleh umat pecahan NSI yaitu YPSBDI/MNSBDI (Lebih terkenal Yayasan Jambudwipa). (Kata Pecahan kurang pas, lebih cocoknya adalah pembentukan organisasi baru/keluar dari NSI).
  17. Kenapa NSI tidak menggunakan Vihara di Megamendung? Inginnya seperti itu, tetapi banyak cara-cara kurang tepat yang dilakukan oleh oknum pimpinan BDI, satu dan banyak hal (dalam belajar agama Buddha, semua hal yang dilakukan akan membuahkan hasil tersendiri). Secara umum Wihara di Megamendung adalah dana paramita umat (sumbangsih umat), tanpa kecuali umat NSI. Tetapi kesatuan hati umat NSI (itai dosyin), tanpa memaksa/menginginkan kembali wihara yang di megamendung, akhirnya dapat membangun Vihara Megah dan Luas yang dapat digunakan untuk melakukan pembabaran dharma di bawah kaki Gunung Salak – Bogor (Mahavihara Saddharma (myoho-ji)).
  18. Berapa banyak umat NSI di Indonesia? Jumlah pastinya kurang tahu persis (data umat ada dikantor pusat). kurang lebih saat ini ratusan ribu orang yang tersebar di 19 provinsi.
  19. Apa nama Vihara NSI ? Nama Vihara NSI keseluruhan diberi Nama dengan Vimalakirti. (Vihara Vimalakirti) (just info: kata baku dari Vihara = Wihara)
  20. Apa yang diharapkan NSI terhadap pecahannya ? Untuk pecahan NSI agar dapat menjalankan/menerapkan/mempraktikan kata-kata buddha dalam kehidupan sehari-hari (berguna bagi diri sendiri dan orang lain – JIGYO KETA). Semoga dengan organisasi baru tersebut dapat menimbulkan kesadaran dan jiwa buddha selalu muncul untuk tujuan kosenrufu, serta tanpa menjelekan/membicarakan organisasi sebelumnya, tidak kalah suasana, tidak memecah belah umat, bertindak adil untuk kepentingan umat, serta berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari/tidak fanatik. (pada umumnya, seseorang itu bila pindah dari satu organisasi ke organisasi lain, umumnya ketidaksukaan/ketidakcocokan lebih besar dibandingkan kebijaksanaan/kesukaan). Dari hasil diskusi kebanyakan umat yang berpindah dikarenakan ketidaksukaan akan kebijakan dan ego pribadi yang tinggi. (Ketidaksukaan atau ego yang tinggi juga umum terjadi di organisasi selain organisasi keagamaan).
  21. Apakah organisasi NSI banyak kekurangannya ? Relatif, Setiap organisasi pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, tentu saja dalam suatu organisasi terdapat kekurangan (tetapi kekurangan tersebut jangan dijadikan beban/rintangan, jadikan kekurangan itu untuk menjadi pembelajaran dan lebih baik lagi, dan jangan kalah suasana/menghindarinya). Kita bernaung di organisasi baru pun akan menemui hal yang sama, kekurangan atau kejanggalan di organisasi yang baru belum terasa/belum dialami, celah-celah kekurangan lambat laun akan dialami pula, oleh karena itu, Segala sesuatu, dalam hal ini KEKURANGAN pasti ada jalan keluar/pemecahannya. Membuat wadah baru bukanlah solusi yang terbaik, perbaiki dan maju bersama itu jauh lebih baik. NSI saat ini sangat dominan berkembang di Indonesia.
  22. Apa saja materi pelajaran keagamaan yang di pelajari NSI? Materi pembelajaran di NSI sudah dibuatkan dalam bentuk majalah yang diberikan setiap bulan ke seluruh Indonesia yaitu Majalah Samantabadra berupa Gosyo-gosyo (sebelumnya majalah buletin/prajna pundarika). NSI belajar dari Gosyo-gosyo yang sudah disusun rapi untuk setiap pertemuan/kebaktian, baik dari pertemuan gosyo, cabang, anak cabang maupun forum diskusi. Selain gosyo-gosyo juga terdapat informasi tambahan baik dari pengalaman, cerita sutera serta kegiatan-kegiatan NSI yang berkesinambungan. Gosyo-gosyo setiap bulan selain dalam bahasa indonesia juga dimasukkan bahasa mandarin dan/atau bahasa inggris untuk komparasi terjemahan. WhatsApp Image 2023-04-06 at 14.56.30
  23. Apakah NSI memiliki buku/panduan dalam belajar? Tentu saja. Buku Sadharmapundarika sutera yang ada di Departemen Agama RI adalah terbitan PBDNSI. Ada juga Buku Icinen Sanzen dan Buku Kanjin No Honzon Sho, Buku Sekolah Dasar Kelas 1 – 6, Buku Konsep Ketuhanan dalam Niciren Syosyu. Serta terdapat majalah prajna pundarika, buletin, dan Samantabadra sebagai wadah pembelajaran.
  24. Apakah di NSI mempunyai lembaga pendidikan tinggi? Ya, NSI mempunyai Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) di Jalan Minangkabau-Jakarta Selatan, hanya NSI yang mengembangkan pola pendidikan berbasis Sadharmapundarika sutera untuk peningkatan sumber daya dan pemahaman ajaran yang sesungguhnya. Apa saja jurusan dalam STAB tersebut? Ada 3 peminatan yang dapat di ambil dalam sekolah tinggi tersebut yaitu (Dharma Duta, Dharma Acarya dan Pandita). Dharmaduta, secara etimologis berasal dari dua kata yaitu “Dhamma” artinya ajaran Buddha sedangkan ‘Duta” adalah petugas atau pengemban. Dharma duta berarti Pengemban dan petugas Dhamma. Dharmaduta dalam terminologi Buddhis dikenal sebagai penyebar atau pengkhotbah Dhamma. Kata Dharma Acarya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Dharma dan Acarya. Dharma berarti ajaran Buddha dan Acarya berarti Guru. Jadi Dharma Acarya memiliki arti guru ajaran Buddha atau guru Dharma. Kata ini dapat definisikan secara luas menjadi guru yang bergerak dibidang pendidikan Agama Buddha. Pandita dalam bahasa pali adalah ‘orang bijaksana’ yang biasanya disebut pandit. Pandita dalam agama buddha bertugas melayani umat dalam memimpin upacara seperti pernikahan, kematian dan upacara-upacara lainnya.

Pertanyaan mengenai TUHAN dan/atau KONSEP KETUHANAN

Pertanyaan mengenai TUHAN dan/atau KETUHANAN

p4

Siapa sih Tuhan Agama Buddha? Pertanyaan yang sering ditanyakan umat non-buddhis? Gw pengen tau nih? cari dipaman google juga ngejelimet?
Ada yang jawab :
a. Tuhan agama buddha : Tidak tahu (nga tau)
b. Tuhan agama Buddha adalah Buddha
c. Tuhan agama Buddha adalah Dewi Kwan Im
d. Tuhan agama Buddha adalah Sidharta Gautama
e. Tuhan agama Buddha adalah Sun Go Kong
f. Tuhan agama Buddha adalah bla…bla…bla….banyak dan perlu  penjelasan (sambil senyam senyum).
Tapi kalo dimuslim jawabannya enak: Tuhan adalah Allah, Kalo di kristen tuhan adalah tuhan yesus. Jawaban diatas (a, b, c, d, e, f) adalah jawaban secara umum oleh sebagian umat buddha dan jawaban itu belum tepat/tidak benar.

Dari sumber tripitaka dan beberapa sutera sang buddha:
Dalam ajaran buddha umumnya tidak membicarakan secara detail mengenai kata “TUHAN” tetapi banyak membicarakan “KONSEP KETUHANAN”. Kenapa? disutera tidak ada jawaban yang simple dan langsung seperti umat islam dan kristen (semit/samawi).
Umumnya umat buddha bila ditanya mengenai konsep ketuhanan kebanyakan jawabannya adalah bersumber pada hukum alam, hukum alam semesta, hukum sebab akibat (DHAMMA/DHARMA). Bila ditanya mengenai kata “TUHAN” pasti sebagian besar agak bingung, bukan berarti tidak mengerti atau kurang paham, tetapi karena hal tersebut memang sulit dijelaskan dengan kata-kata. karena konsep yang diajarkan berbeda (arya) dengan konsep samawi.
Beberapa jawaban dari beberapa aliran/sekte agama buddha yang jawabannya pendek dan tidak ada embel-embel, yaitu:
A. Tuhan agama buddha : Tidak bernama tetapi ada
B. Tuhan agama buddha : Hukum alam semesta
C. Tuhan agama buddha : Tidak dapat dipersonifikasikan

Agama Buddha tidak membicarakan Tuhan itu secara personal tetapi pada intinya sifat Ketuhanan itu sendiri terwujud dalam hukum yang berlaku secara universal di dalam alam semesta ini dan hukum terwujud dalam segala gejala alam semesta dan dalam diri manusia itu sendiri.

Dalam agama buddha dibedakan antara Tuhan dan Ketuhanan
Tuhan menurut KBBI :  noun (kata benda) 1 sesuatu yg diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sbg yg Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb: — Yang Maha Esa; 2 sesuatu yg dianggap sbg Tuhan: pd orang-orang tertentu uanglah sbg — nya;

Istilah ‘tuhan’ di Indonesia sesungguhnya berasal dari Bahasa Kawi yang berarti “penguasa atau tuan”.
TUHAN dalam hal ini sebagai “kata benda”, umumnya bila “kata benda” sering bertanya-tanya apakah TUHAN itu ada? seperti apa bentuk/rupanya? tinggal dimana? apakah besar atau kecil? apakah mempunyai keluarga? apakah seperti manusia? apakah cuma sendiri? apakah tuhan bisa marah? akan timbul banyak sekali pertanyaan-pertanyaan karena memang merupakan KATA BENDA yang diasumsikan ada wujudnya.

Kata “KETUHANAN” lebih diterima bagi umat buddha, karena membicarakan sifat dari kata “TUHAN”, bukan sesuatu yang bersifat BENDA yang banyak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan/asumsi-asumsi. Umumnya hukum sebab akibat/hukum alam semesta/hukum karma adalah penjelasan mengenai sifat dari konsep ketuhanan dalam agama buddha.

Nah, biasanya kalo ditanya sama orang islam/kristen (semit/samawi) biasanya dijawab:
A. Tuhan agama buddha : Tidak bernama tetapi ada ; atau
B. Tuhan agama buddha : Hukum alam semesta/tidak dapat dipersonifikasikan

Nah, kalo ditanya sama umat hindu, buddha lain sekte dan konghucu, jawabannya:
Tuhan agama buddha : Hukum alam semesta/hukum sebab akibat.

Anda, sebagai pengamat didunia maya, pasti juga mencari tahu dipaman google kebanyakan konsep ketuhanan agama buddha dijelaskan pada Kitab UDANA VIII : 3, bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan,yang mutlak.

Kitab tersebut merupakan “salah satu sutera sang Buddha” yang menjelaskan KONSEP KETUHANAN. Agama buddha mengajarkan memberikan kebaikan/kebajikan dalam kehidupan sehari-hari baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain (Mencapai nibanna/nirwana/kesadaran buddha). Konsep ketuhanan dalam Nichiren Shoshu ini dijelaskan diberbagai gosyo terutama pada gosyo ” Kaimokusyo” ” Kanjin no Honzon Syo”,” Totai Jisyo”, ” San Syo Jobutsu Kyosio Haisyu” dan gosyo-gosyo penting lainnya (Sekte/aliran NSI).
Yang terpenting bagi umat buddha adalah percaya, melaksanakan kata-kata buddha dan belajar kebaikan/kebajikan. 3 hal tersebut akan mengantarkan rezeki jiwa untuk mencapai nibbana/kesadaran buddha.
Oleh karena itu, kebanyakan umat buddha seperti biasa-biasa saja, mungkin terlihat belum terlalu paham mengenai ajaran, tetapi mereka berusaha mempraktikan ajaran sang buddha dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar .

Jangan sampai atau amit-amit, banyak paham mengenai Tuhan atau Konsep Ketuhanan ataupun ajaran secara mendalam, tetapi PERILAKU/TINDAKAN yang dilakukan TIDAK SESUAI Ajaran.

Ketuhanan Nichiren Shoshu

KETUHANAN

KONSEP KETUHANAN DALAM BUDDHISME NICHIREN SHOSHU

PENDAHULUAN

Tuhan adalah sesosok figur yang digambarkan mempunyai kekuasaan yang besar dan paling mengetahui segalanya, bahkan dalam beberapa pemikiran bahwa semua kehidupan manusia dan alam semesta ini diatur dan ditentukan oleh sosok ini. Pemikiran seperti ini telah membuat pandangan kita sebagai manusia bahwa Tuhan itu berbentuk (personal), karena merupakan sosok personal maka Tuhan juga bisa menghukum dan menjatuhkan malapetaka serta segala macam bentuk peringatan kepada kita manusia. Pemahaman demikian meletakkan posisi kita sebagai manusia menjadi sangat lemah dan tidak berdaya terhadap segala hal yang telah ditentukan oleh Tuhan tersebut, kita menjadi pasrah pada yang namanya takdir, nasib dan kehidupan itu sendiri.

Pemahaman terhadap konsep keTuhanan seperti ini tentu saja membentuk pola pikir dan cara pandang kita terhadap kehidupan maupun persoalan. Mempersonifikasikan sosok tuhan ditujukan agar kita menjadi tunduk, takut dan tidak berani melakukan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Tuhan tersebut.

Pemikiran tentang Tuhan tentu saja bervariasi tergantung pada agama apa yang dianut, agama Buddha tidak memandang Tuhan dengan cara pandang seperti diatas. Tuhan itu sendiri tidak dapat dipersonifikasikan, melainkan Tuhan itu tidak berbentuk dan merupakan suatu zat tunggal dari segala gejala di alam semesta dan manusia itu berproses dengan sendirinya.

Tembok yang bersih, terkena sinar matahari dan dibasahi terus menerus akan tumbuh lumut. Yang menjadi pertanyaan, Dari mana datangnya lumut ? Apakah Tuhan yang menciptakan ? Dimana Tuhan berada ketika menciptakan lumut ? Kenapa kita tidak dapat melihatnya ? Apakah saya bisa dikatakan sebagai Tuhan jika saya menumbuhkan lumut ditembok tersebut ? Semua pertanyaan tersebut dapat kita jawab, bila kita dapat memahami secara tepat tentang konsep ketuhanan dalam agama Buddha, maka segala fenomena dan gejala dapat kita pahami secara tepat yang pada dasarnya bersumber dari sifat keTuhanan itu sendiri.

 

KETUHANAN

Pengertian Ketuhanan dalam Agama  Buddha memiliki kompleksitas dan prinsip yang sangat berbeda dengan konsep keTuhanan yang selama ini dikenal, dimana  dalam agama lain terdapat pengakuan terhadap Tuhan yang menciptakan dunia ini beserta isinya. Tuhan dalam pengertian seperti ini telah menciptakan bahwa Tuhan itu adalah sesosok personal dan mempunyai bentuk yang lebih rill. Didalam Agama Buddha tidak mengenal Tuhan sebagai personal, hal ini dapat terlihat dalam pendapat D.T Suzuki (1963) dimana ia mengatakan bahwa dalam buddhisme tidak dikenal adanya eksistensi suatu zat atau makhluk yang mencipta manusia beserta segala makhluk didunia ini, demikian pula pernyataan dari Glasenapp (1963) menyatakan bahwa Buddhisme tidak dikenal adanya Tuhan yang bersifat personal abadi dan permanen (Buddhism…cannot acknowledge the existence of an eternal, permanent and personal God), Dikatakan bahwa ;”Buddhism is a religion of eternal world law unlike the western religions of historic revelation. It  does not teach one single world process of six thousand years which started with a creation from nothing, and which will end with the destruction  of the world”  (hal.70).

Agama Buddha memang tidak mengenal Tuhan secara personal, tetapi bukan berarti Agama Buddha dapat dikatakan Agama Atheis (tidak percaya tuhan), hal ini juga dibahas oleh Glasenapp (1966) yang mengatakan bahwa Agama Buddha adalah Agama Non Theis, karena definisi terhadap Tuhan itu sendiri menjadi berbeda karena perbedaan prinsip dan cara pandang. Jadi Agama Buddha dikatakan sebagai sebuah Agama atau tidak adalah tergantung pada cara kita terhadap definisi  agama itu sendiri. Agama Buddha tidak membicarakan Tuhan itu secara personal tetapi pada intinya sifat Ketuhanan itu sendiri terwujud dalam hukum yang berlaku secara universal di dalam alam semesta ini dan hukum terwujud dalam segala gejala alam semesta dan dalam diri manusia itu sendiri. Dalam Agama Buddha Niciren Syosyu, Hukum itu sendiri adalah NAM MYOHO RENGE KYO, yang melandasi segala fenomena yang terjadi pada manusia dan alam semesta ini.

Agama Buddha tidak mengenal istilah hukuman dan yang terhukum, tetapi semua berjalan sesuai dengan sebab dan akibat yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Hukum universal ini berlaku adil dan tanpa mengenal batas  apapun juga baik bagi manusia itu sendiri maupun alam semesta, sebab yang baik akan menimbulkan akibat yang baik begitu pula sebaliknya. Hal ini dikatakan Glasenapp dalam bukunya;”All morally positive or negative  actions are subject to it, so that each good action reaps its own reward, and each evil meets its punishment.”(hal.49)

 HUKUM  TUNGGAL

Dan bahwa segala yang berlaku di seluruh alam semesta adalah karena satu hukum tunggal atau NAM MYOHO RENGE KYO itu sendiri. Ini berarti segala kejadian dan segala gejala dalam alam semesta bersumber pada Hukum Tunggal tersebut, hal ini dikatakan dalam sutera perihal makna-makna yang tak terhingga “makna-makna yang tak terhingga bersumber dari hukum tunggal” (W.E.soothil  hal.12). Hukum Tunggal ini sangat sulit dimengerti dan dipahami, hanya mereka yang mampu menyerap kesadaram Buddha yang akan mengerti. Untuk itu Sang Buddha Sakyamuni berusaha menjelaskan hal yang sulit ini dengan berbagai cara dan perumpamaan dengan harapan ketika umat manusia telah mencapai Kesempurnaan (Buddha), maka hal ini dengan sendirinya akan menjadi jelas adanya. Kearifan  dari sang Buddha dapat kita lihat dalam ceramahnya kepada salah satu murid utamanya, sariputra, ”Hukum yang mengagungkan seperti ini hanya dibabarkan oleh para tathagata pada kesempatan yang jarang terjadi, seperti halnya bunga udumbara yang terlihat sekali saja dalam jangka waktu yang panjang….hukum ini tidak dapat dijangkau dengan daya pikir pembedaan dan hanyalah para Buddha yang mampu memahaminya” (Saddharmapundarika Sutra, hal.34). Jadi jelaslah bahwa Hukum tunggal yang agung ini hanya dapat di mengerti dan di pahami bila kita mencapai kesadaran Buddha.

Mengingat bahwa keTuhanan adalah sesuatu yang tidak mungkin terjangkau dengan akal pikiran manusia, maka Buddha Sakyamuni berusaha dengan berbagai cara dan  perumpamaan mencoba untuk menjelaskan tentang konsep keTuhanan tersebut. Sang Buddha ingin menjelaskan bahwa seluruh ajaran Buddha itu tidak ada yang palsu, tetapi untuk menerangkan inti hakikat dari keTuhanan itu di gunakan berbagai cara agar seluruh  umat dapat mengerti. Sang Buddha bersabda; ”wahai Sariputra! semua ajaran-ajaran ini di maksudkan untuk memantapkan pengetahuan sempurna dari salah satu kendaraan Buddha. Wahai  Sariputra ! diseluruh alam semesta ini sesungguhnya tidak terdapat dua kendaraan apalagi tiga.” (Saddarmapundarika-Depag RI Hal.36). Di sini Sang Buddha ingin menjelaskan bahwa dari seluruh ajaran yang dibabarkan sesungguhnya, beliau hanya ingin menyampaikan satu kendaraan saja.

Tujuan kelahiran Buddha Sakyamuni hanya satu yakni membabarkan Satu kendaraan Buddha yang tunggal yang kemudian di terjemahkan oleh Buddha  Nichiren Daishonin dalam mantra Agung  NAM MYOHO RENGE KYO, dalam satu kata itulah yang tercakup pengertian keTuhanan, sesuatu yang tunggal yang menjadi sumber pokok dari seluruh alam semesta ini. Dalam Bab X, Dharma Duta, Saddarmapundarika – sutra dikatakan ; ”lebih-lebih sudah kemokshaan Sang Tathagata jika ada seseorang yang mendengar meski hanya sebait atau sepatah kata dari Saddarmapundarika-sutra yang menakjubkan ataupun dengan sekelumit perasaan suka padanya, maka aku tetapkan mereka juga akan mencapai penerangan Agung”

Kata ”Sepatah Kata”oleh Buddha Nichiren Daishonin di wujudkan dalam mantera  Agung  Nam Myoho Renge kyo, adapun pengertian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

NAM atau NAMAS

Dalam bahasa sansekerta dari sebutan Nam Myoho Renge Kyo mempunyai makna ; Menyerahkan /Memasrahkan Jiwa Raga (Kimyo, Bhs.Jepang). Hal  ini mencakup pemasrahan kedua segi yaitu; manusianya adalah Buddha dan dharmanya adalah kebenaran Tertinggi yaitu Myoho Renge Kyo. Kedua hal ini diungkapkan Buddha Niciren Daisyonin dalam Gohonzon yang merupakan kemanunggalan manusia dan hukum.

MYOHO adalah Dharma Gaib

Myo berarti tidak dapat dipahami atau diluar pikiran manusia yang menunjukkan hakikat jiwa sejati dan Ho atau Dharma merupakan perwujudan gejalanya.

RENGE/pundarika berarti Bunga Teratai

Teratai berbunga dan berbuah secara bersamaan. Hal ini menunjukkan adanya keserentakan sebab akibat yang merupakan satu ungkapan Dharma Gaib (Myoho). Ini juga menunjukkan pada hukum sebab akibat (Karma) yang universal. Selain itu, teratai tumbuh dan berbunga di kolam berlumpur yang melambangkan munculnya keBuddhaan dari dalam jiwa seorang manusia yang penuh dengan 5 racun.

KYO berarti Sutera atau Suara

Kata KYO secara harfiah berarti sutera, suara atau ajaran seorang Buddha. Aksara KYO berasal dari pengertian benang, bahan pakaian yang panjang dan memiliki arti benang akal, jalan hukum. KYO berarti sebagai ajaran yang harus dilestarikan dan merupakan kebenaran abadi dan tidak berubah.

Memahami prinsip keTuhanan dalam agama Buddha tidak bisa hanya dipahami secara arti kata saja, tetapi jauh dari itu kita harus mampu memahami inti dari keTuhanan itu sendiri. Berikut ini kita berusaha membuka cara pandang dan pengertian kita mengenai prinsip keTuhanan itu sendiri khususnya dalam agama Buddha Niciren Syosyu.

HUKUM  SEBAB  AKIBAT

Aspek ketuhanan dalam agama Buddha adalah hukum sebab akibat, bahwa seluruh gejala dan fenomena alam semesta itu berawal dari sebab dan akibat, tidak ada sebuah kekuatan yang menguasai, mengatur dan menciptakan. Agama Buddha tidak mengenal hukuman dan terhukum, karena segala perbuatan baik maupun buruk akan mendapat akibatnya masing-masing begitu juga halnya tidak ada teori penciptaan tetapi terdapat “Teori tercipta”. Hukum sebab akibat adalah hukum universal tanpa mengenal batas baik bangsa, negara dan sebagainya. Seluruh gejala yang terjadi pada diri manusia dan alam semesta bersumber dari hukum ini. Seluruh alam semesta beserta isinya tercakupi dalam hukum ini, tidak ada sebab maka tidak ada akibat, timbulnya sebab maka timbulnya akibat. Pemahaman dan keyakinan akan hukum sebab akibat merupakan pintu gerbang untuk memahami secara utuh prinsip keTuhanan dalam agama buddha. Agama buddha adalah agama yang bulat dan utuh, sehingga semua gejala tidak dapat dilihat secara terpisah-pisah melainkan adalah satu kesatuan yang bulat dan utuh. Agama buddha berdasarkan seutuhnya pada hukum sebab dan akibat.

Sang buddha sakyamuni mengatakan dalam Saddharmapundarika sutera Bab II, Upaya Kausalya antara lain :

“ Wahai Sariputra, tahukah engkau sebabnya mengapa aku katakan bahwa para buddha yang agung itu hanya muncul di dunia ini hanya karena satu alasan yang penting saja ? hal itu karena para buddha yang agung itu ingin berkehendak untuk membuat semua makhluk hidup agar membuka matanya terhadap pengetahuan sang buddha sehingga mereka dapat mencapai jalan yang suci… karena mereka ingin menunjukkan para makhluk hidup akan pengetahuan sang buddha, maka mereka muncul di dunia….inilah sebabnya mengapa para buddha itu muncul di dunia hanya karena sebab-sebab yang sangat besar saja.”

PRINSIP  JIWA  KEKAL  ABADI

Pemahaman terhadap Prinsip keTuhanan dalam agama buddha, harus juga melihat pada satu aspek yang sangat penting yaitu prinsip jiwa kekal abadi. Sang buddha dalam salah satu pembabarannya pada Bab XVI Saddharmapundarika sutera berbunyi :

 

 “….Tidak ada kelahiran maupun kematian, pergi maupun datang, hidup maupun mati, yang nyata maupun tidak nyata…” dan juga diterangkan bagaimana beliau mencapai kesadaran buddha sejak koti asemkheya, “ Sejak aku mencapai ke-Buddhaan, kalpa-kalpa yang telah aku lalui adalah beribu-ribu koti asemkheya tahun yang tak terbatas.” Jelas dalam kalimat sutera ini, buddha ingin mengatakan bahwa jiwa itu kekal abadi.

Hal yang membedakan antara agama buddha dengan agama yang lain adalah keyakinan akan jiwa yang kekal abadi, bahwa makhluk hidup setelah kematian akan mengalami proses untuk mencapai kelahiran kembali. Semua gejala itu berjalan dengan sendirinya sesuai dengan prinsip hukum sebab akibat yang mutlak. Kelahiran dan kematian bukanlah sesuatu hal yang ditentukan atau diciptakan tetapi merupakan proses dari hukum sebab akibat.

Dalam salah satu GoshoNya yang berjudul Sanze Syobuce Sokanmon Kyoso Hairyu, buddha Niciren Daisyonin menulis “Tathagata kesadaran pokok tiga aspek ini (Trikaya) ini menjadikan sepuluh penjuru alam semesta sebagai badannya, rohaninya dan perawakannya /penampilannya .” Apa yang dimaksud dengan “Tathagata kesadaran pokok “ dalam kalimat diatas adalah jiwa trikaya, sedangkan sepuluh penjuru alam semesta berarti seluruh alam semesta. Jadi trikaya jiwa kita adalah satu dengan alam semesta.

Aspek Nirmanakaya pada jiwa manusia adalah satu dengan hukum jasmani/bentuk dari alam semesta karena seluruh alam semesta adalah perawakannya/ bentuk nyatanya. Sambhogakaya jiwa manusia pun satu denga hukum jiwa alam semesta, sedangkan Dharmakaya sebagai “Aku-Nya” Jiwa manusia adalah, satu dengan badan jiwa alam semesta yaitu hakekat jiwa alam semesta. Jiwa manusia adalah satu dengan alam semesta bukan berarti jiwa manusia akan lenyap sesudah kematian, melainkan ia menjadi sunyata. Sunyata berarti hampa atau kosong, tetapi ini bukan berarti tidak ada. Jiwa setelah kematian akan berpadu dengan alam semesta dan akan menjadi nyata kembali setelah adanya sebab jodoh, waktu dan bakat yang tepat sehingga akan terlahir kembali.

MANDALA PUSAKA GOHONZON

Setelah buddha Niciren Daisyonin menyatakan matera agung Nam Myoho Renge Kyo, maka pada tahun 1279 beliau mewujudkan hukum tunggal (Ke-Tuhanan) itu dalam bentuk mandala pusaka pemujaan gohonzon dari sandaihiho. Hukum sadharmapundarika sutera telah diwujudkan oleh buddha Niciren Daisyonin sebagai Nam Myoho Renge Kyo dan dalam wujud nyata sebagai Gohonzon, yang merupakan perpaduan antara manusia dan hukum yang tidak dapat dipisahkan ( Ninpo Ika).

Mandala pusaka Gohonzon ini diambil dari makna tersirat Sadharmapundarika  sutera Bab XXI  Kekuatan Gaib sang tathagata yakni :

“ Pada hakikatnya , segala hukum yang dimiliki sang tathagata (tiga hukum rahasia agung-sandaihiho). Segala kekuatan gaib yang sempurna dan agung dari sang tathagata (Altar sila ajaran pokok sadharmapundarika sutera – Gohonzon) dan keadaan yang sangat begitu dalam dari sang tathagata (mantera agung ajaran pokok sadharmapundarika sutera – Nammyhorengekyo). Semuanya dinyatakan , dipertunjukkan, diungkapkan serta dijelaskan di dalam sutera ini.”

Berdasarkan kalimat sutera tersebut, buddha pokok Niciren Daisyonin mewujudkan tiga hukum rahasia agung (sandaihiho) sekte niciren syosyu sebagai berikut:

  1. Mandala Pusaka Pemujaan Ajaran Pokok Saddharmapundarika Sutera yakni Gohonzon.
  2. Mantera Agung Ajaran Pokok Saddharmapundarika Sutera yakni Nammyohorengekyo.
  3. Altar sila ajaran pokok Saddharmapundarika Sutera yakni Kuil Pusat Taisekiji, Jepang.

Dengan demikian mandala Gohonzon bukanlah sesuatu yang dibuat atas kehendak dari buddha Niciren Daisyonin tetapi merupakan ajaran tersirat dari sadharmapundarika sutera yang dibabarkan oleh sang buddha sakyamuni. Buddha Niciren Daisyonin berhasil menyadari makna tersebut dan mewujudkan Gohonzon, sebagai upaya untuk menyelamatkan seluruh umat manusia dan mencapai kebahagiaan mutlak.

Tanya jawab

P : Agama-agama yang lain dapat menceritakan bagaimana asal mula manusia, bagaimana konsep agama buddha mengenai hal ini?

J : Jangka waktu yang diperkirakan para ahli antara saat terbentuknya hidup organik di planet kita dan munculnya manusia adalah tiga milyar tahun. Selama itu bentuk hidup yang tidak terhitung banyaknya muncul dan mati. Penjelasan pada beberapa agama tentang teori penciptaan atau asal usul manusia sangat bertentangan dengan kenyataan ilmiah dan penemuan bukti otentik.

Agama buddha tidak mengenal adanya sesosok personal atau kekuatan yang menciptakan manusia dan alam semesta (Tuhan) tetapi segala gejala baik makhluk hidup maupun alam semesta terjadi dan berproses dengan kekuatannya sendiri. Sebagai contoh : Lumut dapat tumbuh didinding yang bersih, hal ini karena adanya jodoh matahari, air dan udara sehingga lumut itu dapat tumbuh. Contoh sederhana ini dapat menjelaskan dengan tepat bagaimana asal mula manusia. Oleh karena itu asal mula manusia adalah suatu proses evolusi yang sangat panjang sejak milyaran tahun yang lalu, sehingga membentuk kehidupan yang seperti sekarang ini. Teori Darwin mengenai evolusi manusia mendekati suatu bentuk kebenaran, karena manusia tidak diciptakan, tetapi berevolusi dan berkembang sesuai dengan kekuatannya masing-masing. Manusia sekarang adalah hasil evolusi dan perkembangan dari makhluk hidup yang hidup milyaran tahun yang lalu.

P : Bagaimana setelah kita meninggal apakah kita akan masuk ke Neraka atau ke Surga ?

J : Agama buddha tidak mengenal adanya Neraka dan Surga setelah kematian seperti yang digambarkan dalam agama-agama yang lainnya. Neraka atau Surga adalah suatu keadaan/ kondisi jiwa seseorang. Neraka dalam bahasa jepang disebut Jigoku, yang berarti keadaan jiwa seseorang yang tertekan oleh penderitaan dan tidak dapat berkutik sedikitpun sampai-sampai tak bisa mengeluarkan nafsu apapun, kebebasan sudah tiada sama sekali, keberisian jiwa tidak dirasakan sama sekali. Jadi neraka itu dapat kita rasakan semasa kita sedang hidup, begitu juga suraga. Surga adalah suatu keadaan jiwa gembira dan berseri-seri.

Menurut Sanju Hiden Syo; Dunia Surga  terdiri dari enam surga kamadhatu, delapan belas surga Rupadhatu dan empat surga Arupadhatu. Ketiga macam dunia surga ini dimaksudkan untuk membedakan mutu kegembiraan manusia. Orang yang berada di Dunia Surga, hidupnya penuh keberisian, kegembiraan dan waktu terasa singkat.

Dalam gosyo musyimoci, buddha Niciren Daisyonin berkata : “ Dimanakah tempatnya Dunia Neraka maupun Dunia Buddha ? Ada sutera yang mengatakan bahwa dunia neraka terdapat di bawah tanah, sementara ada yang mengatakan bahwa dunia buddha terdapat disebelah barat. Tetapi kalau kita renungkan secara cermat, tampaknya kedua-duanya terdapat dalam tubuh kita yang setinggi 5 kaki ini.

Menurut anggapan kita selama ini, baik dunia surga maupun dunia neraka adalah sesuatu tempat yang kita tuju setelah kita meninggal. Tetapi menurut sadharmapundarika-sutera diuraikan bahwa segala sesuatu itu baik dunia surga atau neraka terdapat pada masa hidup ini.

P : Jika begitu bagaimana setelah kita meninggal, kemanakah kita akan pergi ? Apa yang terjadi setelah kematian ?

J : Dalam sebuah gosyo, buddha Niciren Daisyonin pernah mengatakan ; “ Pelajarilah dahulu perihal kematian, barulah sesudah itu pelajari hal-hal lainnya.”  Setelah kematian, jiwa kita tidak musnah melainkan menjadi sunyata. Jiwa kita dan hukum yang menimbulkan kehidupan dan kematian dalam alam semesta ini merupakan satu kesatuan. Jiwa manusia sesungguhnya merupakan suatu keberlangsungan yang tidak ada awal dan akhir, ini mengacu pada pengertian bahwa adanya suatu hakekat yang abadi. Pemahaman yang benar harus didasarkan pada konsep sunyata, yang mana terdapat hukum dunia materia yaitu tidak mungkin terdapat suatu perubahan dari “Ada” menjadi “ Tidak ada”  atau sebaliknya. Contohnya energi listrik bisa berubah menjadi energi kinetik, tetapi tidak mungkin suatu energi muncul dari suatu keadaan tidak ada, dan energi tidak bisa tiba-tiba menghilang. Inilah hukum kekekalan energi. Jiwa manusia sebenarnya mempunyai energi kejiwaan.

Pada energi kejiwaan ini pun berlaku hukum kekekalan energi. Jadi jiwa yang hidup adalah energi kejiwaan yang aktif, sedangkan jiwa yang mati adalah energi kejiwaan yang pasif. Apabila kita melihat kematian dari sudut pandang jiwa kekal abadi, maka adanya kematian tidak lain adalah untuk kelahiran dan kehidupan yang akan datang, serta untuk semakin memperkaya kehidupan itu sendiri. Buddha Niciren Daisyonin mengungkapkan tentang kematian dengan lebih tegas dengan prinsip kesatuan hidup dan mati yang tak terpisahkan (syoji funi), ini ingin menerangkan bahwa hidup dan mati pada hakekatnya satu adanya. Contohnya ketiak kita bangun dan tidur, pada waktu tidur kita mengalami kematian semu dan setelah bangun kita hidup kembali tetapi diri kita sebelum dan sesudah tidur tetap sama. Seluruh jiwa alam semesta mengalami hal yang sama. Kematian akan mengakhiri kehidupan dan selanjutnya kematian ini akan membawa kehidupan baru, sehingga perjalanan hidup mati dari suatu jiwa tidak akan ada akhirnya.

Jiwa kita semasa hidup menjadi nyata dengan adanya tubuh kita, tetapi setelah kita mati jiwa kita menjadi sunyata, karena itu dikatakan setelah kematian pun tetap ada “Aku” nya jiwa manusia yang merasakan kegembiraan, penderitaan ataupun keserakahan. Keadaan jiwa baik dalam keadaan hidup ataupun mati, jiwa kita berakar mendalam pada jiwa alam semesta. Jadi setelah meninggal secara sederhana jiwa kita berpadu dengan jiwa alam semesta dan sesuai dengan karma yang telah dibuat menunggu jodoh untuk terlahir kembali.

P : Banyak orang mengalami fenomena adanya makhluk halus alias roh, hantu, setan atau jin, bagaimana agama buddha menjelaskan ini ?

J : Agama buddha tidak mengenal konsep roh, tetapi jiwa. Manusia setelah meninggal, jiwanya menjadi sunyata sehingga tidak dapat dilihat. Jiwa manusia itu sama seperti energi karena itu lebih tepat disebut energi kejiwaan. Energi tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Energi kejiwaan ketika manusia hidup menjadi sunyata. Jiwa sesudah kematian itu dapat dibayangkan / dicontohkan sebagai aneka macam gelombang radio yang terdapat disekeliling kita. Diantara gelombang-gelombang itu ada yang membawa alunan musik yang indah, ada irama klasik atau jazz, tetapi ada juga gelombang yang membawa suara manusia yang penuh dendam. Semua gelombang itu tidaklah menghilangkan satu sama lain, dan juga mereka tidak saling bergabung. Semua gelombang itu terdapat diruangan dimana kita berada tetapi tak dapat dilihat oleh mata kita. Gelombang itu hanya dapat ditangkap dengan menggunakan pesawat radio atau televisi yang dapat mengubah gelombang tersebut menjadi gambar atau suara. Jadi jika sebagian orang pernah mengalami keadaan bertemu dengan roh, hantu atau sebagainya adalah merupakan jiwa-jiwa manusia yang ada diseluruh alam semesta ini yang membawa karmanya masing-masing. Tambahan: Fenomena hantu/roh adalah bahasan yang menarik, sebagai contoh di Indonesia terdapat banyak sekali jenis hantu, dari pocong, kuntilanak, gendruwo, kolongwewe, tuyul, jelangkung, memedi, dll. Keyakinan dan kepercayaan terhadap hantu, tergantung persepsi dari agama itu sendiri, yang menjadi pertanyaan apakah ada pocong di negara amerika? apakah kita akan ketemu kuntilanak di negara jepang? apakah kita ketemu tuyul di China? dan lain sebagainya? pertanyaan – pertanyaan tersebut sering kali dilontarkan dengan jawaban yang beragam pula. Dalam agama buddha, fenomena makhluk halus dibahas didalam berbagai sutera sementara sang buddha (alam peta).

3 (tiga) Pertanyaan mengenai pacaran / pernikahan beda agama

3 (tiga) Pertanyaan mengenai pacaran / pernikahan beda agama

  1. Nikah beda agama (satu Buddhis, satu bukan), tetap pada agama masing-masing, apa pandangan Buddhis untuk hal ini?
    Jawaban:
    Perkawinan dalam agama Buddha pada prinsipnya adalah menyatukan banyak persamaan. Semakin banyak persamaan diantara kedua pasangan, semakin besar pula kemungkinan mereka mendapatkan kebahagiaan.Untuk mendapatkan kebahagiaan rumah tangga, paling tidak ada empat kesamaan sebagai syaratnya yaitu kesamaan keyakinan atau agama, kesamaan kemoralan atau sila, kesamaan kedermawanan serta kesamaan kebijaksanaan. Komunikasi adalah hal terpenting dalam berumah tangga baik dalam keadaan suka ataupun duka, saling mengisi satu sama lain, tidak menyalahkan kekurangan yang ada dimasing-masing individu apalagi membawa keluarga besar. Berkomunikasi yang baik, jujur dan penuh keterbukaan akan membawa keluarga harmonis.
  2. Saya belum punya contoh tentang pernikahan beda agama (satu Buddhis, satu bukan), tetapi untuk kasus agama lain ada. Misalnya dari kalangan artis: Jamal Mirdad & Lidya Kandou, Ari Sihasale & Nia Zulkarnaen, Rio Febrian & Sabrina Kuno, Katon Bagaskara & Ira Wibowo, Frans & Amara (group vocal Lingua), dan masih banyak lagi. Umumnya mereka menikah di luar negeri, tapi ada pula yang di Indonesia. Seandainya di Indonesia, berarti ada salah satu seorang dari pasangan tersebut “ikut” pemberkahan/ akad nikah tapi dalam kehidupan selanjutnya (setelah prosesi di tempat ibadah) ia tetap menjalankan agamanya sendiri. Bila ini terjadi pada seorang Buddhis (saya yakin ada, entah peresmian secara agamanya di vihara atau di tempat ibadah lain), apakah secara agama pernikahan ini dianggap sah (atau dianggap berjinah/ melanggar sila ke-3 seumur hidupnya)?

    Jawaban:
    Pernikahan antar agama, dalam pandangan agama Buddha tetap sah sebagai suami istri, dan bukan merupakan perjinahan, namun kondisi mereka mencapai kebahagiaan kurang kuat. Perkawinan beda agama sering membawa masalah jangka panjang. Kalaupun perkawinan sudah dilewati dengan kesepakatan agama tertentu untuk sarana perkawinan, kemudian mereka hidup dengan agama masing-masing, maka ketika mempunyai anak, bagaimanakah mereka harus mendidik pengetahuan agama anak-anaknya? Mungkinkah mereka membebaskan anaknya beragama lain di luar ayah dan ibunya. Kalau memang pendidikan agama anak-anak bisa diselesaikan dengan kesepakatan, kemudian pasangan semakin tua dan sakit-sakitan, lalu ketika ingin didoakan, harus dengan agama si sakit atau agama yang sehat? Kalau masalah ini selesai dan salah satunya meninggal dunia, doa agama apakah yang harus dipergunakan untuk upacara meninggal, penyempurnaan jenasah, upacara peringatan tiga hari dst? Apakah agama yang hidup ataukah yang meninggal?Jadi, perkawinan beda agama sebenarnya lebih banyak menimbulkan masalah jangka panjang daripada keakuran (pada umumnya). Tetapi kenyataannya adapula yang harmonis dengan mengedepankan komunikasi yang baik dan menanggalkan ego masing-masing.
  3. Pacar saya bukan seorang Buddhis sedangkan saya Buddhis. Saya sering mendengar romo/banthe/bikkhu/dharmadutta ataupun penceramah di vihara bahwa hendaknya sepasang insan seiman hingga menuju perkawinan.saya hendak bagaimana? Dia begitu baik namun saya takut pada akhirnya saya akan menyesal.maaf bila masalah ini memang sudah pernah dibahas sebelumnya.
    Terima kasih.
    Jawaban:
    Dalam Anguttara Nikaya II. 60 memang diuraikan bahwa salah satu persyaratan agar pasangan hidup dapat menjalani kehidupan bersama dengan harmonis dan serasi apabila paling sedikit mereka memiliki empat kesamaan. Keempat kesamaan itu adalah kesamaan keyakinan, kesamaan kemoralan, kesamaan kedermawanan dan kesamaan kebijaksanaan. Dengan demikian, idealnya seseorang mempunyai pasangan hidup yang sama agamanya.Oleh karena itu, apabila pacar masih belum mengenal Ajaran Sang Buddha, ada baiknya berusaha mengenalkan Buddha Dhamma kepadanya. Kondisikan agar dia dapat mendengar maupun mempelajari Buddha Dhamma. Usahakan hal ini secara baik-baik dan tidak terkesan memaksakan kehendak.

    Namun, apabila calon pasangan hidup tersebut bersikeras untuk tidak mempelajari Buddha Dhamma sama sekali, maka kondisikan agar dia dapat menerima kebenaran yang ada dalam agama lain. Dengan demikian, hendaknya ia tidak memiliki pengertian keliru bahwa hanya agama dia sendirilah yang paling benar, sedangkan agama orang lain adalah sesat. Pandangan keliru seperti ini akan memancing perdebatan seru dan permusuhan sengit di dalam keluarga maupun masyarakat.

    Karena itu, hendaknya dapat dimengerti bahwa seseorang memilih agama adalah berdasarkan kecocokan pribadi, bukan karena kebenaran suatu agama. Kebenaran suatu agama sungguh sulit dibuktikan. Misalnya saja, ada kepercayaan yang menyatakan bahwa seseorang yang meninggal dengan agama tertentu akan terlahir di alam surga. Hal ini sulit dibuktikan karena sejak jaman dahulu hingga saat ini belum ada orang yang meninggal dan hidup kembali untuk menceritakan pengalamannya di surga. Kalaupun ada pengalaman yang mirip seperti itu biasanya pengalaman tersebut lebih banyak didasari kepercayaan setempat yang tidak berlaku secara universal. Kalau pengalaman itu tidak berlaku secara universal, maka tentunya pengalaman itu lebih banyak berdasarkan kondisi bawah sadarnya sendiri daripada berdasarkan kenyataan.

    Oleh karena itu, kalau pasangan hidup yang beda agama dapat sama-sama memiliki pandangan netral seperti yang telah diuraikan di atas itu, maka ada kemungkinan rumah tangga yang akan dibina dapat berjalan secara harmonis dan membahagiakan. Namun, kalau salah satu fihak tidak dapat menerima kebenaran yang ada di semua agama, maka mungkin tindak lanjut proses berpacaran ini perlu ditinjau kembali.

    Kalau memang ia adalah orang baik, walaupun bukan sebagai pasangan hidup, ia dapat menjadi seorang sahabat di kala suka dan duka tanpa harus terikat perkawinan dengannya. Seseorang dapat menjadi teman hidup, tanpa harus menjadi pasangan hidup. Sebaliknya, kadang pasangan hidup yang telah diikat dalam janji perkawinan bukanlah teman hidup yang baik.

    Semoga pandangan dan saran ini dapat direnungkan dengan baik sebagai bekal menempuh hidup di masa yang akan datang. Semoga selalu bahagia. Nammyohorengekyo……Nammyohorengekyo……..Nammyohorengekyo